Senin, 17 Mei 2010

makalah kurikulum

Evaluasi dalam Pengembangan Kurikulum

Tyler (1973:105) mengemukakan beberapa tujuan evaluasi yaitu untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perencanaan, mengecek validitas dasar hypothesis menuju program pengajaran yang telah diorganisasi dan dikembangkan, dan untuk memeriksa alat – alat penelitian, guru dan kondisi lain yang mengacu pada program pengajaran, serta hasil evaluasi itu memungkinkan untuk dicatat apakah kurikulum itu efektif dan atau membutuhkan pengembangan. Tujuan evaluasi, Tyler (1973:106) mengemukakan sebagai berikut.

Proses evaluasi pada dasarnya adalah proses untuk peningkatan tujuan – tujuan pendidikan yang diwujudkan melalui program kurikulum dan pengajaran. Bagaimanapun juga, tujuan pendidikan pada dasarnya perubahan pada diri manusia, sedangkan tujuan utama untuk menghasilkan keinginan perubahan – perubahan tertentu dalam pola tingkah laku siswa, dengan demikian evaluasi adalah proses untuk menentukan tingkat perubahan tingkah laku yang dilakukan.

Dari pengalaman menelaah RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) terdapat banyak guru yang belum memperhatikan keterkaitan antara indikator, tujuan, dan penilaian. Hal ini penting untuk diperhatian agar tidak mengganggu optimalisasi pencapaian dan ketepatan hasil yang seharusnya siswa wujudkan sesuai standar kompetensi yang relevan dengan SK dan KD.

Teknik penyusunan itu sangat mudah karena kata operasional yang ada pada indikator tinggal masukan saja ke dalam tujuan sehingga untuk menyusun dua komponen itu sangat mudah. Copy paste plus siswa dapat, maka tujuan pun jadi.

Hal berikut yang perlu guru perhatikan adalah validitas penilaian. Insturmen dinyatakan valid jika mengukur yang seharusnya diukur. Jika dalam tujuan mengendaki siswa mengungkap ulang, mendeskripsikan, menganalisis maka konsep ketiga kata itu menjadi bahan pertibangan wajib untuk memembangun pertanyaan, meskipun kata boleh beda, tetapi konsep tetap sama.

Di bawah ini GP perlihatkan model keterkaitan materi antara ketiganya

Indikator

  • Mengungkapkan secara lisan definisi iman sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
  • Membandingkan ciri-ciri orang beriman dengan cara mengeksplorasi dari 3 sumber belajar.
  • Merumuskan ulang definisi iman setelah pelakukan eksplorasi, diskusi, dan membuat kesepakatan dalam kelompok.
  • Menganalisis tanda-tanda orang iman.
  • Menyusun karya tulis mengenai tanda-tanda orang beriman secara tertulis.

Tujuan

Indikator pembelajaran dapat ditulis ulang dalam rumusan sebagai berikut:

Siswa dapat:

  • Mengungkapkan secara lisan definisi iman sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
  • Membandingkan ciri-ciri orang beriman dengan cara mengeksplorasi dari 3 sumber belajar.
  • Menganalisis tanda-tanda orang iman.
  • Menyusun karya tulis mengenai tanda-tanda orang beriman secara tertulis.

Penilaian

Jika penilaian dilaksanakan secara tertulis, maka guru dapat menggunakan pertanyaan seperti di bawah ini.

  • Cobalah tuliskan definisi iman sesuai dengan pengetahuan yang Anda ketahui..
  • Bandingkan beberapa ciri orang beriman menurut beberapa sumber bacaan yang telah Anda baca? Dapatkah Anda mengungkapkan kesamaan dan perbedaan dari sumber yang sudah Anda baca itu?
  • Cobalah Anda analisis sehingga Anda dapat menentukan ciri utama orang beriman? Ada berapa banyak?
  • Susunlah karya tulis tentang tanda-tanda orang beriman secara tertulis dalam beberapa paragraf yang dapat dipublikasikan dalam web sekolah, judul tulisan silakan tentukan sendiri.

Pertanyaan uraian seperti di atas selanjutnya dapat guru ubah ke dalam bentuk tes pilihan ganda, minimal jumlah soal juga 4 soal, namun bisa lebih.

EVALUASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DALAM KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN MUTU LULUSAN PENDIDIKAN

3 Votes

Quantcast

A. Pendahuluan

Selama ini model kurikulum yang berlaku adalah model kurikulum yang bersifat akademik. Kurikulum yang demikian cenderung terlalu berorientasi pada isi atau bahan pelajaran. Berdasarkan hasil beberapa penelitian ternyata model kurikulum yang demikian kurang mampu meningkatkan kemampuan anak didik secara optimal. Hal ini terbukti dari rendahnya kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan negara lain. Sebagai contoh bahwa di beberapa negara Asean menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada tingkat terendah, untuk mata pelajaran matematika berada pada urutan ke 32 pada tingkat SLTP. Bukti ini hanya sebagian kecil saja dari keterpurukan output pembelajaran yang selama ini dikembangkan berdasarkan kurikulum akademik yang berlaku.

Dampak lain dari implementasi kurikulum akademik ini ternyata tidak mampu memberikan nilai etika, moral, dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan siswa dimanapun ia berada. Maka jika dievaluasi kira-kira mata pelajaran apa yang lemah dalam aspek kurikulumnya, maka diantaranya adalah pelajaran PPKn dan Agama.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka inovasi kurikulum melalui KBK sudah mulai dilakukan untuk menghindari keterpurukan lebih jauh. KBK setidaknya membekali kompetensi paling dasar atau paling tidak memberikan esensi pokok dari setiap mata pelajaran, dengan demikian diharapkan mampu memberikan pengalaman nyata bagi kehidupan anak secara nyata dan langsung dirasakan sehari-hari. Pada bahasan selanjutnya penulis ingin mengembangkan tulisan mengenai evaluasi kurikulum KBK.

B. Konsep Evaluasi Kurikulum

Dalam memahami pelaksanaan evaluasi kurikulum, maka sebelumnya penulis ingin mengetengahkan konsep dari evaluasi itu sendiri. Menurut Guba dan Lincoln bahwa Evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai- dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaaan atau sesuatu kesatuan tertentu. Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk menentukan nilai atau efektivitas suatu kegiatan dalam membuat keputusan tentang program kurikulum. Evaluasi sistem kurikulum berkaitan dengan manajemen kurikulum yang dimulai dari tahap input evaluation, process evaluation, output evaluation dan outcomes evaluation. Bertujuan untuk mengukur tercapainya tujuan dan mengetahui hambatan-hambatan dalam pencapaian tujuan kurikulum, mengukur dan membandingkan keberhasilan kurikulum serta mengetahui potensi keberhasilannya, memonitor dan mengawasi pelaksanaan program, mengidentifikasi masalah yang timbul, menentukan kegunaan kurikulum, keuntungan, dan kemungkinan pengembangan lebih lanjut, mengukur dampak kurikulum bagi kinerja TKPD (Bushnell dalam Harris dan Desimone: 1994). Evaluasi merupakan kebutuhan dan mutlak diperlukan dalam suatu sistem kurikulum, karena berkaitan langsung dengan setiap komponen dalam sistem instruksional, dalam seluruh tahapan disain, dan pengembangan kurikulum. Asumsi dasar yang digunakan dalam evaluasi kurikulum dapat berupa spesifik yang ditujukan kepada pengukuran potensi dan kinerja manusia dalam hal ini tenaga kependidikan.

Dari pendapat di atas, maka da dua pokok yang menjadi karakteristik evaluasi, yaitu:

  1. evaluasi merupakan suatu proses atau tindakan. Tindakan tersebut dilakukan untuk memberi makna atau nilai sesuatu. Dengan demikian evaluasi bukanlah hasil atau produk;
  2. evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Artinya berdasarkan hasil pertimbangan evbaluasi apakah sesuatu itu mempunyai niai atau tidak. Dengan kata lain evaluasi dapat menunjukkan kualitas yang dinilai.

Konsep nilai dan arti dalam suatu evaluasi kurikulum memiliki makna yang berbeda. Pertimbangan nilai adalah pertimbangan yang ada dalam kurikulum itu sendiri. Dalam arti apakah program dalam kurikulum itu dapat dimengerti oleh guru atau tidak. Sedangkan konsep Arti berhubungan dengan kebermaknaan suatu kurkulum. Misalnya apakah kurikulum yang dinilai memberikan arti untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa, apakah kurikulum itu dapat merubah cara belajar siswa kepada yang lebih baik.

Dari hasil evaluasi kurikulum dan hubungannya dengan konsep nilai dan arti ini bisa terjadi evaluator menyimpulkan bahwa kurikulum yang dievaluasi itu cukup sederhana dan dimengerti guru akan tetapi tidak memiliki arti untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Sebaliknya, kurikulum yang dievaluasi itu memang seikit rumit untuk dioterpkan oleh guru akan tetapi memiliki nilai yang berarti untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Menurut ahli kurikulum diantaranya Oliva (1988), menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir, meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi. Maka evaluasi itu sendiri merupakan bagian yang terintegrasi dalam suatu proses pengembangan kurikulum. Rumusan tentang tujuan evaluasi dikemukakan oleh Purwanto an Atwi (1999: 75) yaitu: (1) mengukur tercapainya tujuan dan mengetahuai hambatan-hambatan dalam pencapaian tujuan kurikulum, (2) mengukur dan membandingkan keberhasilan kurikulum serta mengetahui potensi keberhasilannya, (3) memonitor dan mengawasi pelaksanaan program, mengidentifikasi permasalahan yang timbul, (4) menentukan kegunaan kurikulum, keuntungan, dan kemungkinan pengembangannya lebih lanjut, (5) mengukur dampak kurikulum bagi peningkatan kinerja SDM.

Kurikulum dapat dipandang dari dua sisi, pertama, kurikulum sebagai suatu program pendidikan atau kurikulum sebagai suatu dokumen; kedua, kurikulum sebagai suatu proses atau kegiatan. Dalam proses pendidikan kedua sisi ini sama pentingnya, seperti dua sisi dari satu mata uang logam. Evaluasi kurikulum haruslah mencakup kedua sisi tersebut, baik evaluasi terhadap kurikulum yang ditempatkan sebagai suatu dokumen yang dijadikan pedoman juga kurikulum sebagai suatu proses, yakni implementasi dokumen secara sistematis.

Jika melihat KBK, maka sudah memiliki beberapa komponen pokok yaitu kompetensi, pengalaman, strategi pembelajaran dan media, rencana evaluasi keberhasilan. Berikut adalah keatan evaluasi terhadap kurikulum:

1) Evaluasi tujuan dan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh setiap anak yang sesuai dengan visi dan misi lembaga.

Dalam evaluasi kurikulum seperti ini maka pokok yang akan dinilai adalah aspek tujuan atau kompetensi yang diharapkan dalam dokumen kurikulum, yaitu mencakup :

  1. Apakah kompetensi yang harus dicapai oleh setiap anak didik sesuai dengan misi dan visi sekolah.
  2. Apakah tujuan dan kompetensi itu mudah dipahami oleh setiap guru. Sebagai suatu dokumen, kuriulum tidak akan memiliki makna apa-apa tanpa diimplementasikan oleh guru. Maka guru perlu memahami mengenai kompetensi yang diharapkan oleh lembaga pendidikan.
  3. Apakah tujuan dan kompetensi dirumuskan dalam kurikulum sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

2) Evaluasi terhadap pengalaman belajar yang direncanakan.

Kriteria yang dijadikan patokan dalam tahap ini yaitu menguji pengalaman belajar diantaranya :

  1. Apakah pengalaman belajar yang ada dalam kurikulum sesuai atau dapat mendukung pencapaian visi dan misi lembaga pendidikan?
  2. Apakah pengalaman belajar yang direncanakan itu sesuai dengan minat siswa.
  3. Apakah pengalaman belajar yang direncanakan sesuai dengan karakteristik lingkungan di mana anak tinggal.
  4. Apakah pengalaman belajar yang ditetapkan dalam kurikulum sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia.

3) Evaluasi terhadap strategi belajar mengajar.

Sebagai suatu pedoman bagi guru, kurikulum juga seharusnya memuat petunjuk sehingga bagamana cara pelaksanaan atau cara mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Sejumlah kriteria yang dapat diajukan untuk menilai pedoman strategi belajar mengajar, diantaranya:

  1. apakah strategi pembelajaran dirumuskan sesuai dan dapat ,mendukung untuk keberhasilan pencapaian kompetensi pendidikan.
  2. Apakah strategi pembelajaran yang diusulkan dapat mendorong aktivitas dan minat siswa untuk belajar?
  3. Bagaimanakah keterbacaan guru terhadap pedoman pelaksanaan strategi pembelajaran yang disusulkan?
  4. Apakah strategi pembeljaran sesuai dengan tingkat perkembangan siswa?
  5. Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dengan alokasi waktu.

4) Evaluasi terhadap program penilaian

Kompoenen berikutnya adalah komponen yang harus dijadikan sasaran penilai terhadap kurikulum sebagai suatu program adalah evaluasi terhadap program penilaian. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan yaitu :

  1. Apakah program evaluasi relevan dengan tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai;
  2. Apakah evaluasi diprogramkan untuk mencapai fungsi evaluasi baik sebagai formatif maupun sumatif;
  3. Apakah program evaluasi kurikulum yang direncanakan dapat mudah dibaca dan dipahami oleh guru;
  4. Apakah program evaluasi bersifat realistios, dalam arti mungkin dapat dilaksanakan oleh guru.

5) Evaluasi terhadap implementasi kurikulum

Sisi kedua dari kurikulum adalah pelaksanaan atau implementasi kurikulum sebagai program. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman sebagai berikut :

  1. Apakah implementasi kurikulum yang dilaksanakan oleh guru sesuai dengan program yang direncanakan?
  2. Apakah setiap program yang direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru?
  3. Sejauhmana siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai?
  4. Apakah secara keseluruhan implementasi kurikulum dianggap efektif dan efesien?

C. Pendekatan Evaluasi Kurikulum

Ada beberapa pendekatan Evaluasi Kurikulum, ada empat pendekatan yaitu pre-ordinate; pendekatan fidelity, pendekatan gabungan dan pendekatan proses.

  1. Pendekatan pre-ordinate.

Pendekatan ini adalah pendekatan evaluasi kurikulum yang mengggunakan kriteria ternetntu. Ada dua karakteritsik penekanan ini yaitu pendekatan yang dilakukan pada waktu kegiatan evaluasi kurikulum beleum dilaksanakan, dan kedua kriteria tersebut tidak dikembangkan dari karakteristik kurikulum yang dievauasi melainkan dari buku tertentu atau dari alat evaluasi yang memiliki standar tertentu.

  1. Pendekatan Fidelity

Berbeda dengan pendekatan sebelumnya bahwa pendekatan fidelity berasal dari kurikulum yang dievaluasi. Oleh sebab itu sebelum evaluator melaksanakan evaluasi, maka ia perlu mempelajari secara mendalam tentang karakteristik kurikulum yang akan dievaluasi. Selanjutnya dari hasil studi itu dikembangkan kriteria evaluasi.

  1. Pendekatan kriteria gabungan

Evaluasi dengan pendeatan pengembangan kriteria gabungan mempergunakan berbagai sumber kriteria untuk mengukur berbagai dimensi kurikulum, baik kurikulum sebagai suatu gagasan, sebagai rancangan program maupun kurikulum sebagai suatu proses kegiatan dan kurikulum sebagai suatu hasil. Sesuai dengan namanya pendekatan ini menggabungkan antara kriteria yang diambil dari konsep atau standar tertentu di luar kurikulum yang relevan (pre-ordinate) dengan kriteria yang diambil dari kurikulum yang dievaluasi (fidelity)

  1. Pendekatan proses

Pendekatan ini bersumber dari pendekatan naturalistic inquiry atau sering juga disebut pendekatan feneomenelogi. Evaluasi kurikulum denagan pendekatan ini berasal dari rasa ketidak puasan terhadap hasil evaluasi yang dirasakan kurang membantu para pelaksana terutama para guru. Pemakaian pendekatan kualitatif yang terkenal dengan statistik menyebabkan para guru banyak yang tidak memahaminya sehingga hasil evaluasi yang menetapkan kriteria secara sepihak dari evaluator dianggap memiliki kelemahan, oleh karena guru sebgai pelaksana kurikulum seakan-akan akan hanya ditempatkan sebagai objek evaluasi, mereka tidak diotempatkan pada posisi yang sebenarnya. Oleh karena itulah dalam pendekatan proses, guru terlibat dalam proses evaluasi; evaluator memperhatikan perasaan dan pandangan mereka tentang kurikulum yang sedang dievaluasi.

D. Model Evaluasi Kurikulum

Ada sejumlah model evaluasi kurikulum diantaranya model Tyler, model CIPP, model Stake, berikut ini akan penulsi sajian dua pendekatan saja, yaitu :

  1. Pendekatan Tyler.

Pendekatan model Tyler menakankan bahwa evaluasi kurikulum diarahkan kepada usaha untuk mengetahui sejauhmana tujuan pendidikan yang berupa tingkah laku yang diharapkan telah dicapai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang merka tampilkan pada akhir kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, evaluasi dilaksanakan telah untuk melihat apakah perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dicapai oleh siswa atau belum. Selanjutnya, sehubungan dengan informasi hasil evaluasi ini, maka keputusan-keputusan apa yang harus diambil baik terhadap kurikulum yang berlaku maupun terhadap siswa sebagai subjek belajar. Oleh karena evaluasi model Tyler diarahkan untuk melihat kesesuaian antara tujuan yang diharap[kan dengan hasil yang diperoleh siswa, maka model ini juga dinamakan evaluasi model congruence (persuation). Evaluasi kurikulum seperti ini adalah EBTANAS merupakan contoh kongkrit dari pelaksanaan evaluasi kurikulum.

  1. Pendekatan CIPP

Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam. CIPP singkatan dari Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini, proses pengembangan kurikulum tidak akan terlepas dari empat dimensi tersebut. Maka keempat komponen itu CIPP harus dijadikan pokok dalam evaluasi kurikulum. Isi adalah situasi atau latar belakang yang mempengaruhi perumusan tujuan yang hendak dicapai, misalkan padangan hidup atau sistem nilai masyarakat, ekadaan ekonomi, kondisi geografis, motivasi beajar dan sebagainya. Input adalah sarana prasarana, modal, bahan serta rencana strategi yang matang untuk mencapai tujuan. Proses adalah pelaksanaan strategi serta pemanfaatan berbagai sarana,modal; dan fasilitas seperti yang ditetapkan dalam komponen input. Produk adalah hasil yang dicapai baik selama maupun akhir pengembangan kurikulum yang berlaku.
Empat hal ini bisa dianggap sebagai tipe atau fase dalam evaluasi. Evaluasi konteks berfokus pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Evaluasi input berfokus pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi desain dan cost benefit dari rancangan. Evaluasi proses memiliki focus lain yaitu menyediakan informasi untuk pembuatan keputusan day to day decision making untuk melaksanakan program, membuat catatan atau “record”, atau merekam pelaksanaan program. Evaluasi produk berfokus pada mengukur pencapaian tujuan selama proses dan pada akhir program.

E. Bentuk Kegiatan Evaluasi Kurikulum di Lapangan.

Pelaksanaan penilaian kurikulum dapat dilihat juga pada konteks mikro yaitu tingkat pembelajaran, di mana seorang guru terutama dalam implementasi KBK akan menilai kurikulum apda spek tujuan yang aktual dalam bentuk TPU dan TPK , organisasi materi dan cara penyampaian materi, metode yang dikembangkan serta media yang dipakai dalam membantu kelancaran belajar siswa, sistem penilaian pembelajaran itu sendiri. Maka pada konteks ini betul-betul bahwa evaluasi kurikulum memang harus dilaksanakan. Di mana ujung akhir dapat dijadikan bahan atau masukan dalam nenentukan kenaikan kelas pada siswa.

Pada dasarnya evaluasi kurikulum dapat dipandang dari konteks mikro dn makro serta fungsinya. Dari sudut pandang makro berarti evaluasi kurikulum ditujukan pada program kurikulum secara keseluruhan dalam suatu institusi atau kelembagaan. Di mana prosesnya akan terukur dari setiap penyuelenggaraaan program kurikulum untuk setiap mata pelajaran yang dikembangkan dalam pembelajaran. Sedangkan dalam konteks mikro berarti evaluasi kurikulum ditujukan pada upaya perbaikan pembelajaran pada tingkat elas, di mana hasilnya dapat berupa kualitas pembelajaran dan kualitas output atau keluaran hasil pembelajaran berupa keterampilan dan kecapakan siswa.

Dapun ditinjau dari fungsi evaluasi, maka evaluasi kurikulum dapat berfungsi untuk:

  1. Perbaikan, dimana evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk memperbaiki isi program, pelaksanaan, dan evaluasi itu sendiri, sera upaya kearah inovasi kurikulum msa yang akan datang.
  2. Penempatan, dalam arti evaluasi kurikulum ditujukan untuk melihat hasil pembelajaran , dimana peserta didik yang mengikuti program kurikulum dalam bentuk pembelajaran akan dipetakan dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah. Hal ini sangat penting guna menilai dan mengembangkan kualitas dan kesesuaian kurikulum dengan klebutuhan peserta didik.
  3. Penyebaran, evaluasi kurikulum dilaksanakan dalam rangka memberikan perlakukan secara merata pada setiap satuan pendidikan dna jenjang pendidikan untuk semua daerah baik perkotaan, pedesaan bahkan daerah terpencil sekalipun. Tujuannya agar kurikulum yang baru seperti KBK betul-betul teruji oleh semua kondisi dan karakteristik sistem pembelajaran sebagai wujud implementasinya di lapangan.
  4. Penelitian dan Pengembangan, evaluasi kurikulum dilaksanakan guna melihat dampak atau perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat, apakah kurikulum tersebut dapat diterima atau masih perlu direvisi bahkan dikembangkan. Hal ini sangat penting guna mengontrol implementasi KBK diseluruh tanah air.

Dari keempat fungsi evaluasi kurikulum ini, maka dapat terlihat jika salah satunya dilaksanakan, maka akan menuntut langkah atau fungsi yang lainnya untuk dilakukan juga. Hal ini memungkinkan terjadi karena jika dikembalikan pda pemhaaman kurikulum sebagai suatu sistem, dengan demikian pelaksanaan evaluasi kurikulum juga harus berbasis sistemik.

Secra lebih khusus bentuk pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada kategori sebagai berikut :

  1. Evaluasi terhadap konsep kurikulum, evaluasi dilakukan dengan tujuan mengkur sejauhmana pemahaman masyarakat belajar terhadap konsep kurikulum yang akan dioimplementasikan di sekolah-sekolah. Evaluasi ini bisa dilakukan dengan teruju pda aspek yang dievaluasi mencakup teori, pemahaman dasar, latar belakang, keterbacaan konsep kurikulum itu sendiri.
  2. Evaluasi terhadap komponen kurikulum, evaluasi ini dilaksanakan tehradap komponen tujuan, komponen materi atau isi, komponen metode, dan komponen evaluasi itu sendirei. Di mana pelaksananaannya dapat dilakukan pada setiap pembelajaran berlangsung. Karena melalui pembeljaaranlah semua komponen kurikulum dalam arti kurikulum aktual dapat terlihat dengan jelas dan dirasakan oleh peserta didik.
  3. Evaluasi terhadap isi program kurikulum, evaluasi dilaksanakan terhadap semua isi propgram, baik menyangkut keluasan dan kedalaman isi Scope dan Sequence. Hal ini sangat penting guna memetakkan program yang proporsional antara jenjang pendidikan dasar, menengah, lanjutan dan mungkin pendidikan tinggi. Isi program dikaitkan dengan filsafat kurikulum yang dewasa ini menggunakan konsep life skill sebagai tujuan yang harus betul-betul memberikan perubahan perilaku pada kehidupan peserta didik.
  4. Evaluasi terhadap prinsip-prinsip kurikulum, evaluasi ini dilakukan terhadap prinsip-prinsip yang selama ini menjladi landasan pengembangan kurikulum baik secara makro maupun mikro. Evaluasi terhadap prinsip ini sangta penting guna memberikan dan melihta tingkat keefektifn dari kontribusi kurikulum yang baru bagi masyarakat.
  5. Evaluasi terhadap landasan pengembangan kurikulum, evaluasi ini dilakukan tehradap landasan-landasan pengembangan kurikulum. Evaluasi mulai dilakukan terhadap landasan filosofis, hal ini penting karena masalah filposofis akan menjadi dasar bagi pengembangan dan keberlangsungan diterima tidaknya implementasi suatu kurikulum dalam suatu negara. Evaluasi terhadap landasan sosiologis, perlu dilakukan karena isi kurikulum harus mewadahi perkembangan dan kemajuan serta tuntutan dari masyarakat. Evaluasi terhadap landasan psikologis, harus dilakukan karena kurikulum disusun untuk memenuhi segala kebutuhan manusia secara individu, sosial, dan sistem. Evaluasi terhadap landasan IPTEK, sangat penting dilakukan karena kurikulum harus relevan dan sesauai serta mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping juga membekali masyarakat dengan IPTEK tersebut untuk mampu melakukan inovasi kurikulum yang akan datang.
  6. Evaluasi terhadap evaluasi kurikulum itu sendiri evaluas ini dilakukan sebagai kontrol terhadap pelaksanaan evaluasi kurikulum dalma konteks sebelumnya. Karena tidak menutup kemungkinan evluasi dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur, jenis, fungsi, entuk dan alat yang semestinya dipakai dalam evaluasi. Dari sudut hakikat evaluasi juga kemungkinan evaluasi kurikulum tidak dilaksanakan tepat pada saaran, atau eval;uasi hanya dilaksanakan pada daerah-daerah tertentu tidk menyeluruh sehingga hasilnya dapat membingungkan dalam upaya inovasi dan pengembangan kurikulum lebih lanjut. Berdasarkan hal tersebut, maka evaluasi terhadap kegiatan evaluasi kurikulum itu sendiri harus dilaksanakan.

F. Indikator Keberhasilan suatu Pelaksanaan Kurikulum melalui Evaluasi Kurikulum.

Maksudnya bahwa setiap evaluasi kurikulum pasti akan menanyakan bagaimana hasil yang dicapai oleh kurikulum yang bersangkutan. Untuk menetapkan kriteria berhasil tidaknya suatu kurikulum dilaksanakan, maka pengolahan hasil evaluasi kurikulum harus mengacu kepada, indikator sebagai berikut :

  1. Efektivitas Proses Pembelajaran.

Dalam arti proses pembelajaran akan lebih efektif an efesien. Di mana efektif dan efesien ini diperoleh dan terwujud dari hasil masukan evaluasi kurikulum pada tingkat mikro.

  1. Kepemimpinan Sekolah Yang Kuat.

Dari hasil evaluais kurikulum maka secara tidka langsung akan berdampak pada kekuatan kepemimpinan sekolah itu sendiri. Karena masalah evaluasi akan berhubungan dengan masalah manajemen evluasi. Di mana kepemimpinan sekolah yang kuat akan mampu menjamin pelaksanaan evaluasi kurikulum yang objektif.

  1. Pengelolaan Tenaga Kependidikan Yang Efektif.

Pelaksanaan evaluasi kurikulum akna berjalan lancar dan objektif jika didukung oleh tenaga kependidikan yang efektif dalam arti memiliki pemikiran yang berkualitas sehingga pelaksanaan evaluasi tepat sasaran, yaitu menilai apa yang seharusnya dinilai.

  1. Sekolah Memiliki Budaya Mutu.

Jika sekolah sudah memiliki budaya mutu yang tinggi, maka evaluasi kurikulum pasti gencar dan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan sistem yang dimiliki oleh sekolah tersebut. Tujuannya bahwa hasil evaluasi secara tidak langsung akan menjadi landasan peningkatan mutu sekolah itu sendiri.

  1. Sekolah Memiliki “Teamwork” Yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis.

Memang dalam pelaksanaan evaluasi sangat diperlukan suatu sistem dalam bentuk jaringan SDM –nya maupun perangkat keran dan lunak yang mampu mendukung terhadap keefektifan pelaksanaan evaluasi. Jika tim pelaksana evaluasi berkualitas, kompak serta cerdas dan dinamis, maka kesulitan apapun yang dihadapi akan dapat diatasi, demikian juga jika harus dituntut memunculkan inovasi atau strategi pelaksanaan evaluasi kurikulum yang modern juga akan segera terwujud.

  1. Sekolah Memiliki Kemandirian.

Evaluasi hendaknya dilaksanakan atas kemampuan dan kemauan sekolah sendiri, hal ini karena evaluasi dilaksanakan sesuai dengan analisis kebutuhan sebelumnya.

  1. Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat.

Kelancaran evaluasi kurikulum akan dituntut dari kontribusi tenaga, pikiran dan kerjasama yang baik antara pihak-pihak yang berkepentingan terhadap implementasi kurikulum.

  1. Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi).

Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengontrolan dan penilaian hasil evaluasi kurikulum hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak-pihak yang berkepentingan, guna menjaga tingkat objektivtas evaluasi itu sendiri.

  1. Sekolah Memiliki Kemauan Untuk Berubah (Psikologis dan Fisik).

Memang evaluasi sangat dituntut jika sekolah mau melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Hail evaluasi harus dijadikan landasan dalma melakukan pengembangan.

  1. Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan.

Pelaksanaan evaluasi tidak hanya untuk sekali saja. Seperti hanya untuk menilai KBK saja, akan tetapi mesti dilakukan melalui prosedur yang sistematis dan berkelanjutan.

  1. Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan.

Responsitivitas suatu sekolah akan muncul tak kala evaluasi kurikulum terus dilaksanakan, serta hasilnya betul- betul dijadikan dasar bagi pengambilan keputusan, terutama ditujukan untuk memenuhi tuntutan masyarakat.

  1. Sekolah Memiliki Akuntabilitas (Bentuk Pertanggungjawaban).

Masalah kulaitas atau mutu hasil dan pelaksanaan evaluasi kurilum memang harus dijaga baik secara mandiri maupun kolektif. Dalam arti sekolah diharuskan memiliki standar mutu minimal berdasarkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dengan demikian kualitas yang dihasilakan dari evaluasi ini bisa dipertanggungjawabkan.

  1. Sekolah Memiliki Sustainabilitas (Berkelanjutan).

Evaluasi harus dilaksanakan sesuai dengan kultur na rumahtangga manajemen sekolah secara terus menerus dan seimbang. Hal ini dilaksanakan karena evaluasi yang dilaksanakan pada tahun pertama mungkin akan tidak cocok jika dilaksanakan pada tahun berikutnya.

  1. Output Adalah Prestasi Sekolah.

Hasil evaluasi dengan gambaran yang bagaimanapun akan menjadi suatu input bagi sekolah dalam menunjang prestasi yang sebelumnya sudah dimiliki sekolah yang bersangkutan. Dengan demikian evaluasi secara intern juga ditujukan mengukur kualitas sekolah itu sendiri.

  1. Penekanan Angka Drop Out.

Evaluasi kurikulum dilakukan salah satunya guna melayani semua peserta didik, sehingga betul-betul tertampung dan tidka menjdaikan mereka putus sekolah. Penyesuaian bentuk dan jenis program bahkan mungkin tingkat kesulitan dari program kurikulum selama ini bisa disesuaikan dengan kondisi peserta didik.

  1. Kepuasan Staf.

Keberhasilan kegiatan evaluasi dengan hasil yang baik maka akan memberikan stimulus bagi peningkatan kinerja para staf pelaksanana. Seidaknya hasil evaluasi dapat memberikan motivasi untuk lebih maju lagi dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar hasilnya tidak menghasilkan raport merah terus.

Selain dengan meilihat indikator keberhsian dalam pelaksanaaan suatu evaluasi kurikulum, maka juga harus diperhatikan mengenai kriteria-kriteria keberhasilannya. Menurut Kirkpatrick Model (Harris dan Desimone, 1994: 171), dalam mengevaluasi program kurikulum ada empat kategori untuk mengukur perubahan yang terjadi yaitu: (1) reaksi (reaction), bagaimana perasaan peserta terhadap program kurikulum, (2) belajar (learning), sampai pada tingkat apa peserta belajar dari apa yang diajarkan, (3) perilaku (job behavior), perubahan perilaku apa, dalam konteks pembelajaran yang terjadi sebagai hasil dari keikut sertaan dalam program kurikulum, (4) hasil (result), sejauhmana diperoleh perubahan perilaku yang terkait dengan biaya, peningkatan kualitas sebagai hasil program kurikulum. Karena ukuran-ukuran reaksi (reaction) dan belajar (learning) berkaitan langsung dengan hasil dari program kurikulum, kedua kategori ini disebut kriteria internal. Ukuran perilaku (behavior) dan hasil (results) menunjukkan dampak pembelajaran terhadap kehdupan siswa sehari-hari; keduanya disebut sebagai kriteria eksternal.

G. Faktor Pendukung Keberhasilan Evaluasi

Implementasi kurikulum akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya internal di lingkungan sekolah, ataupun faktor eksternal di luar sekolah. Secara umum beberapa faktor pendukung evaluasi kurikulum tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Kepemimpinan dan Manajemen sekolah yang baik.

Evalusi kurikulum akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan profesional Kepala Sekolah dalam memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi di sekolah yang kondusif untuk proses belajar mengajar.

  1. Kondisi sosial, ekonomi, dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan.

DFaktor eksternal yang akan turut menentukan keberhasilan evaluasi kurikulum adalah kondisi tingkat pendidikan orang tua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.

  1. Dukungan Pemerintah.

Faktor ini sangat menentukan efektivitas suatu evaluasi kurikulum dilaksanakan terutama bagi sekolah yang kemampuan orang tua/masyarakatnya relatif belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah (APBN, APBD) dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah menjadi penentu keberhasilan.

  1. Profesionalisme.

Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah. Tanpa profesionalisme Kepala Sekolah, Guru, dan Pengawas akan sulit dicapai PBM yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.
Dari ketiga faktor pendukung tersebut, maka dapat terlihat bahwa keberhasilan suatu evaluasi kurikulum akan berdampak pada aspek ketiga faktor tersebut dalam kerangka dua sudut pandnag yaitu masalah sumber daya manusia dan masalah sistem. Masalah sistem, hasil evaluasi yang didukung oleh faktor-faktor tersebut memungkinkan munculnya sistem yang demokratis dna teruka. Sedangkan dari sudut SDM hasil dari evaluasi kurikulum memungkinkan dihasilkannya kualitas dan sebaran informasi dari para ahli pengembangan kurikulum secara merata dan seimbang.

H. Kesimpulan

Pada dasarnya proses evaluasi kurikulum ditunjukan untuk mengevaluasi sejauhmana program-program pembelajaran yang mencakup intrakurikuler, ekstrakurikuler dan ko-kurikuler telah terealisasikan dalam pembelajaran yang dikembangkan guru atau belum. Lebih jauh bahwa output yang dihasilkan dari realisasi program kurikulum dalam bentuk pembelajaran tersebut harus menggambarkan tujuan-tujuan semula yang dirumuskan dalam kurikulum.

Evaluasi kurikulum dalam konteks KBK, pada dasarnya masih belum sempurna terbukti dari penemuan dan inovasi model dan pendekatan evaluasi yang masih perlu dikembangkan lagi, yaitu sistem evaluasi yang betul-betul menempatkan semua pihak secara demokratis baik apda tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi itu sendiri serta penempatan dan pengambilan kebijakan dari hasil suatu kegiatan evaluasi kurikulum.

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Evaluasi Kurikulum

Evaluasi atau penilaiankurikulum merupakan salah satu bagian dari evaluasi pendidikan, yang memusatkan perhatian kepada program-program pendidikan untuk anak didik. Lingkup evaluasi program pendidikan mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, dan pengembangan program. Kurikulum sebagai program pendidikan memerlukan penilaian sebagai bahan balikan dan penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, anak didik serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil penilaian sangat bermanfaat bagi para pengambil keputusan dalam melakukan perubahan kurikulum, baik secara konseptual maupun structural.[1]

B.Dimensi Evaluasi Kurikulum

Penilaian kurikulum dapat dilihat atau dikaji dari dua dimensi yakni dimensi program pendidikan yaitu kurikulum ideal yang telah disusun dalam bentuk buku kurikulum beserta pedoman pelaksanaannya dan kedua dimensi pelaksanaan kurikulum di sekolah atau actual.

Pada dimensi pertama, berkenaan dengan komponen kurikulum melalui ide-ide pokok yang ada di dalamnya. Analisis dilakukan terhadap:

  1. tujuan-tujuan kurikulum seperti tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional.
  2. Isi bahan /bidang studi seperti struktur bahan, komposisi antar struktur program, jumlah bidang studi, alokasi waktu untuk tiap program.
  3. Pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum seperti proses belajar mengajar, system penilaian, administrasi supervise, bimbingan penyuluhan, buku pelajaran, alat dan media pengajaran.

Pada dimensi kedua berarti menilai pelaksanaan kurikulum apakh telah sesuai dengan kurikulum ideal. Kriteria keberhasilan dalam penilaian adalah membandingkan apa yang dapat dilaksanakan dengan apa yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan buku kurikulum. Penilaian dilakukan terhadap empat komponen pokok yakni masukan-proses-keluar-dampak.

Masukan adalah sumber-sumber yang dilakukan untuk suatu proses. Ada tiga kategori masukan yaitu masukan mentah berupa siswa, masukan alat, dan masukan lingkungan. Proses adalah interaksi antara unsur-unsur masukan untuk mencapai tujuan. Keluaran adalah hasil langsung berupa tingkah laku anak setelah proses, sedangkan dampak adalah kemampuan anak setelah proses setelah terjun ke masyarakat sebagai lulusan sekolah.

C.Prinsip Evaluasi Kurikulum

Dalam evaluasi kurikulum perlu dipegang prinsip-prinsip berikut:[2]

a.Evaluasi mengacupada tujuan

Hal ini agar evaluasi sesuai dan mencapai sasaran. Tujuan harus dirumuskan secara jelas dengan menggambarkan apa yang hendak dicapai.

b.evaluasi bersifat komprehensif atau menyeluruh

Luas dan dalamnya bahan harus disesuaikan dengan tujuan. Jika tujuan menetukanluas dan banyak bahan, maka akan banyak bahan yang harus dinilai dalam rangka pencapaian tujuan.

c.evaluasi dilaksanakan secara obyektif

Hasil evaluasi harus dapat menggambarkan keadaan sebenarnya hasil yang telah dicapai. Dengan begitu akan diketahui kelemahan dan kekuatan darikurikulum yang dilaksanakan, di samping kemampuan siswa itu sendiri. Agar hasil evaluasi dapat berarti untuk maksud tersebut, keobyektifan perlu diperhatikan dan dipegang.

Berdasarkan ketiga prinsip tersebut, agar data evaluasi dapat dijadikan dasar feedback , maka alat yang digunakan harus memenuhi kriteria:

1.alat evaluasi harus sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai

2.alat evaluasi harus valid

3.alat evaluasi harus terandalkan

4.alat evaluasi harus signifikan.

Keempat criteria di atas dapat tercapai apabila alatnya bersifat baku (standardized).

D.Bentuk-Bentuk Pelaksanaan Evaluasi Kurikulum

Dilihat dari pelaksanaan dan tujuan evaluasi kurikulum dapat dibedakan menjadi 2 macam:

1.evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan selama kurikulum digunakan dengan tujuan untuk menjadi dasar dalam perbaikan yang dilakukan terhadap pelaksanaan paket-paket program dari suatu kurikulum secara keseluruhan

2.evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan di akhir pelaksanaan suatu kurikulum dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kurikulum tersebut.

E.Teknik-Teknik Pelaksanaan Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat menggunakan dua macam teknik yaitu:

1.teknik bukan tes

2.teknik tes

Teknik bukan tes umumnya menggunakan alat atau cara:

1.wawancara atau interview. Teknik ini dilakukan dengan tanya jawab, baik secara langsung maupun dengan media. Alatnya adalah pedoman wawancara yang mengacu pada tujuan yang ditetapkan.

2.angket, adalah wawancara yang dilakukan secara tertulis.

3.pengamatan atau observasi, dilakukan dengan cara pengamatan langsung maupun tidak langsung. Alat yang digunakan berupa panduan observasi yang disusun dalam bentuk chek list atau skala penilaian

4.skala penilaian, butir-butir yang dinilai dibuatkan rentangan nilai pada skala. Setiap geala yang muncul berdasarkan pada butir dibuat penilaian.

Teknik tes. Teknik ini biasanya berupa hasil belajar siswa. Tes dapat dilakukan dengantiga cara yakni, lisan ,tulisan, dan perbuatan.

Tes lisan dilakukan secara verbal untuk menilai:

1.kemampuan memecahkan masalah

2.proses berfikir terutama hubungan sebab akibat.

3.menggunakan bahssa lisan

4.kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat atau konsep yang dikemukakan

Tes perbuatan adalah tes yang dilaksanakan dengan jawaban menggunakan tindakan yang berfungsi menilai psikomotor. Tes ini bertujuan menilai kemampuan:

1.manipulatif, yaitu menggunakan alat.

2.manual, yaitu kemampuan melakukan perbuatan berdasarkan petunjuk.

3.non verbal, kemampuan yang susah diungkapkan secara verbal.

4.meningkatkan kesadaran diri tentang kemampuannya, sehingga menimbulkan motivasi belajar.

Tes tertulis dilakukan secara tertulis baik berupa soal maupun jawabannya. Teknik ini mempunyai kegunaan yang sangat luas. Bentuk-bentuk soal tes yang dapat digunakan adalah tes essay (uraian) dan tes obyektif. Pelaksanaan tes dapat menggunakan instrument yang berupa tes baku atau tes buatan guru. Acuan yang digunakan berupa acuan patokan atau acuan norma.

Untuk dapat melakukan penilaian kurikulum sebaik-baiknya diperlukan sikap dan kemampuan guru merencanakan dan melaksanakan evaluasi. Ini sangat penting, sehingga dapat diperoleh balikan pelaksanaan kurikulum berdasarkan kenyataan yang dihadapi.

BAB III

KESIMPULAN

Evaluasi kurikulum sepatutnya dilakukan secara komprehensif terhadap seluruh komponennya. Secara garis besar evaluasi kurikulum dapat dilakukan kepada dua hal, yaitu evaluasi terhadap proses dan evaluasi terhadap hasil. Evaluasi proses bertujuan menilai sejauh mana kurikulum memberi pengalaman belajar sesuai dengan tujuan. Penilaian jenis ini menggunakan prinsip-prinsip penelitian evaluasi.

Prinsip evaluasi kurikulum adalah: 1) evaluasi mengacu pada tujuan, 2) bersifat kompehensif, 3) dilaksanakan secara obyektif.

Ditinjau dari pelaksanaan dan tujuan yang hendak dicapai, bentuk-bentuk evaluasi meliputi: 1) evaluasi formatif, 2) evaluasi sumatif. Alat yang digunakan ada kalanya tes baku atau tes tak baku. Acuan yang digunakan bisa patokan dan bisa norma kelompok. Teknik penilaian yang dapat digunakan adalah bukan tes dan tes.

Semua komponen evaluasi kurikulum tersebut hendaknya dikuasai oleh pengevaluasi agar hasilnya benar-benar bermanfaat bagi perkembangan pendidikan dari segi kurikulumnya. Terima kasih.

1 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

Belajar Dan Kurikulum.

PEMANFAATAN MEDIA DAN SUMBER BELAJAR DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDAHULUAN Proses pembelajaran di jaman berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi seperti saat ini memungkinkan ketidakhadiran guru dalam kelas. Proses pembelajaran tidak lagi bergantung pada guru sebagai sumber belajar, dan dapat berlangsung kapan dan di mana saja. Proses pembelajaran tidak lagi berbentuk proses komunikasi verbal antara guru dan siswa. Saat ini siswa dapat belajar apa saja sesuai dengan minat dan gaya belajar. Dengan demikian, dituntut adanya suatu perancangan pembelajaran yang mampu memanfaatkan jenis media dan sumber belajar yang sesuai demi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Mengajar dapat dikatakan sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar, sementara belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman tersebut dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah yang diperoleh melalui aktifitas sendiri pada situasi sebenarnya. Melalui pengalaman langsung ini tentu saja dihasilkan proses belajar yang bermanfaat, karena dengan mengalami secara langsung akan dihindari kemungkinan terjadinya kesalahan persepsi. Akan tetapi dikarenakan adanya keterbatasan, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung. Oleh sebab itu pemanfaatan media dan sumber belajar sangat berperan penting dalam mengatasi keterbatasan tersebut. Untuk memahami peranan media dan sumber belajar dalam proses pemerolehan pengalaman, Edgar Dale menggambarkannya dalam sebuah kerucut yang dikenal dengan sebutan “Kerucut pengalaman” (cone of experience), yang tampak pada gambar berikut:

Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

3 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

PENGERTIAN MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar”, yakni perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media pembelajaran bisa dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang siswa untuk supaya terjadi proses belajar. Sanjaya (2008) menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tapi juga hal-hal lain yang memungkinkan siswa memeroleh pengetahuan. Media bukan hanya berupa TV, radio, computer, tapi juga meliputi manusia sebagai sumber belajar, atau kegiatan seperti diskusi, seminar simulasi, dan sebagainya. Dengan demikian media pembelajaran dapat disimpulkan sebagai segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri siswa. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu bagi guru untuk mengajar dan yang digunakan adalah baru sebatas alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad ke-20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet. Sumber Belajar AECT (Association for Education and Communication Technology) menyatakan bahwa sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar adalah bahan-bahan yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku teks, media cetak, media elektronik,
Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

4 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam proses pembelajaran. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang tersedia di sekitar lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Optimalisasi hasil belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar saja, namun juga dilihat dari proses pembelajaran yang berupa interaksi siswa dengan berbagai sumber belajar yang dapat memberikan rangsangan untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan penguasaan bidang ilmu yang dipelajari. FUNGSI MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Media Pembelajaran Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pengetahuan akan semakin abstrak jika hanya disampaikan melalui bahasa verbal. Hal tersebut akan memungkikan terjadinya verbalisme, yakni siswa hanya mengetahui tentang kata tanpa mengetahui dan mengerti makna yang dimiliki kata tersebut. Selain itu, penyampaian informasi yang hanya melalui bahasa verbal, akan menurunkan gairah siswa dalam menangkap pesan pada saat proses pembelajaran. Padahal untuk memahami sesuatu idealnya memerlukan pengalaman langsung yang melibatkan fisik maupun psikis siswa. Pada kenyataannya, memberikan pengalaman langsung pada siswa bukanlah sesuatu yang mudah, karena tidak semua pengalaman dapat langsung dipelajari oleh siswa. Misalnya jika ingin menerangkan kondisi di permukaan bulan, maka tidak mungkin pengalaman tersebut didapat langsung oleh siswa. Oleh karenanya di sini media pembelajaran berperan sangat penting dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Guru dapat menggunakan TV, film, atau gambar dalam memberikan informasi pada siswa. Dengan media pembelajaran hal yang bersifat abstrak bisa menjadi lebih konkret. Secara umum media memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
1. Dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para siswa.

Pengalaman tiap siswa berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan berwisata, dan sebagainya. Hal tersebut bisa diatasi dengan
Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

5 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

media pembelajaran. Jika siswa tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke siswa.
2. Dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin

dialami secara langsung di dalam kelas oleh para siswa tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena: (a) obyek terlalu besar; (b) obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada siswa.
3. Memungkinkan

adanya

interaksi

langsung

antara

siswa

dengan

lingkungannya.
4. Menghasilkan keseragaman pengamatan 5. Menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis. 6. Membangkitkan keinginan dan minat baru.

7. Membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar. 8. Memberikan pengalaman yang menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak Sumber Belajar Sumber belajar juga memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembelajaran.Jika media pembelajaran hanya media untuk menyampaikan pesan, tetapi sumber belajar tidak hanya memiliki fungsi tersebut. Sumber belajar juga memiliki strategi, metode, dan tekniknya. Rusman (2008) menyatakan bahwa untuk mengoptimalkan sumber belajar dalam memecahkan permasalahan pembelajaran terdapat beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan pedoman, yakni: apa masalah pembelajaran yang dihadapi?; bagaimana sumber belajar dapat membantunya?; bagaimana sumber belajar itu dapat dimanfaatkan oleh siswa dan guru?; berapa lama dipakai?; apa alat/sarana yang diperlukan dalam penggunaannya?; bagaimana dapat ditentukan mutunya?; apakah sumber belajar dapat diganti?; dan bagaimana cara memerolehnya? Secara umum sumber belajar memiliki fungsi:
Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

6 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah. 2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya. 3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian. 4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit. 5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. 6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis. Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa. KLASIFIKASI MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Baik media maupun sumber belajar secara garis besarnya, terdiri dari dua jenis, yakni:
1. Yang dirancang (by design), yakni media dan sumber belajar yang secara

khusus formal.

dirancang

atau

dikembangkan

sebagai

komponen sistem

instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat
2. Yang dimanfaatkan (by utilization), yaitu media dan sumber belajar yang

tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

7 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

JENIS MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Media Pembelajaran Terdapat beragam pembagian jenis media pembelajaran yang dikemukakan para ahli, namun pada dasarnya pembagian jenis media tersebut memiliki persamaan. Secara garis besar media pembelajaran terbagi atas:
1. Media audio, yakni media yang hanya dapat didengar saja atau yang

memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.
2. Media visual, yakni media yang hanya dapat dilihat saja dan tidak

mengandung unsur suara, seperti gambar, lukisan, foto, dan sebagainya.
3. Media audiovisual, yakni media yang mengandung unsur suara dan juga

memiliki unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, film dan sebagainya. Sumber Belajar AECT membedakan enam jenis sumber belajar, yaitu:
1. Pesan (message), yakni sumber belajar yang meliputi pesan formal dan

nonformal. Pesan formal yaitu pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi atau pesan yang disampaikan guru dalam situasi pembelajaran, yang disampaikan baik secara lisan maupun berbentuk dokumen, seperti peraturan pemerintah, kurikulum, silabus, bahan pelajaran, dan sebagainya. Pesan nonformal yakni pesan yang ada di lingkungan masyarakat luas yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran, seperti cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya.
2. Orang (People), yakni orang yang menyimpan informasi. Pada dasarnya

setiap orang bisa berperan sebagai sumber belajar, namun secara umum dapat dibagi dua kelompok, yakni (a) orang yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara profesional, seperti guru, instruktur, konselor, widyaiswara, dan lain-lain; dan (b) orang yang memiliki profesi selain tenaga yang berada di lingkungan pendidikan, seperti dokter, atlet, pengacara, arsitek, dan sebagainya.
3. Bahan (Materials), yakni suatu format yang digunakan untuk menyimpan

pesan pembelajaran, seperti buku paket, alat peraga, transparansi, film, slides, dan sebagainya.
Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

8 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar 4. Alat (Device), yakni benda-benda yang berbentuk fisik yang sering disebut

dengan perangkat keras, yang berfungsi untuk menyajikan bahan pembelajaran, sebagainya.
5. Teknik (Technic), yakni cara atau prosedur yang diguakan orang dalam

seperti

komputer,

radio,

televisi, VCD/DVD,

dan

memberikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran, seperti ceramah, diskusi, seminar, simulasi, permainan, dan sejenisnya.
6. Latar (Setting), yakni lingkungan yang berada di dalam sekolah maupun

yang berada di luar sekolah, baik yang sengaja dirancang ataupun yang tidak secara khusus disiapkan untuk pembelajaran, seperti ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya. KRITERIA PEMILIHAN MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media adalah bahwa media adalah harus dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Misalnya bila tujuan atau kompetensi siswa bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Selain pertimbangan tersebut Sanjaya (2008) mengungkapkan sejumlah pertimbangan lain yang dapat kita gunakan dalam memilih media pembelajaran yang tepat, yakni dengan menggunakan kata ACTION (Access, Cost, Technology, Interactivity, Organization, Novelty).
1. Access, artinya bahwa kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama

dalam pemilihan media. Apakah media yang diperlukan itu tersedia, mudah dan dapat dimanfaatkan?. Akses juga menyangkut aspek kebijakan, apakah media tersebut diijinkan untuk digunakan?
2. Cost, hal ini menyangkut pertimbangan biaya. Biaya yang dikeluarkan

untuk penggunaan suatu media harus seimbang dengan manfaatnya.
3. Technology,

dalam pemilihan media perlu juga dipertimbangkan

ketersediaan teknologiya dan kemudahan dalam penggunaannnya.
4. Interactivity, media yang baik adalah media yang mampu menghadirkan

komunikasi dua arah atau interaktifitas.
Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

9 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar 5. Organization, menyangkut pertimbangan dukungan organisasi atau

lembaga dan bagaimana pengorganisasiannya.
6. Novelty, menyangkut pertimbangan aspek kebaruan dari media yang

dipilih. Media yang lebih baru biasanya lebih menarik dan lebih baik. Kriteria diatas mungkin juga berlaku untuk mempertimbangkan pemilihan sumber belajar. Sudrajat (2008) lebih lanjut mengemukakan lima kriteria dalam pemilihan sumber belajar, yaitu:
1. Ekonomis, sumber belajar yang digunakan tidak harus terpatok pada harga

yang mahal.
2. Praktis, sumber belajar yang dipilih tidak memerlukan pengelolaan yang

rumit, sulit dan langka.
3. Mudah, sumber belajar harus dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita. 4. Fleksibel, artinya sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai

tujuan instruksional
5. Sesuai dengan tujuan, sumber belajar harus dapat mendukung proses dan

pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa. PEMANFAATAN MEDIA DAN SUMBER BELAJAR DALAM

IMPLEMENTASI KURIKULUM Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam bentuk tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. Implementasi kurikulum dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis dalam bentuk pembelajaran, sesuai dengan apa yang diungkapkan Miller dan Seller (1985): “In some case, implementation has been identified with instruction”. Implementasi kurikulum merupakan sebuah upaya untuk melakukan transfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Dengan kata lain implementasi kurikulum adalah sebuah penerapan, ide, konsep, program, atau tatanan kurikulum ke dalampraktek pembelajaran atau berbagai aktivitas baru, sehingga terjadi perubahan yang diharapkan.

Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

10 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

Dengan demikian, implementasi kurikulum adalah penerapan atau pelaksanaan program kurikulum yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya, kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan dan pengelolaan, dan senantiasa dilakukan penyesuaian terhadap situasi di lapangan dan karakteristik siswa, baik perkembangan intelektual, emosional, serta fisiknya. Kurikulum disusun dengan mempertimbangkan sumber belajar dan media pembelajaran yang dibutuhkan dan yang sudah tersedia, sehingga memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar secara nyata, bermakna, luas, dan mendalam dalam kegiatan pembelajaran. Pada hakikatnya pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam pembelajaran tersebut tugas guru yang paling utama adalah mengondisikan lingkungan agar menunjang terjadiya perubahan perilaku bagi peserta didik. Hamalik (2008) menyatakan tiga faktor yang memengaruhi keberhasilan suatu implementasi kurikulum, yakni dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru, dan dukungn internal dalam kelas. Dari faktor-faktor tersebut guru merupakan faktor penentu utama dalam keberhasilan implementasi kurikulum, karena guru lah yang berperan sebagai implementator utama dalam pembelajaran, yakni sebagai manajer pembelajaran dalam kelas. Guru sebagai manajer pembelajaran yang baik dalam proses pembelajaran tentu harus memiliki kreatifitas yang tinggi dalam mengelola kelasnya, salah satunya adalah dalam hal pemilihan dan penggunaan media dan sumber belajar untuk kepentingan proses pembelajaran. Banyak orang beranggapan bahwa untuk menyediakan media dan sumber belajar menuntut adanya biaya yang tinggi dan sulit untuk mendapatkannya. Padahal dengan berbekal kreatifitas, guru dapat membuat dan menyediakan sumber belajar yang sederhana dan murah. Misalkan, bagaimana guru dan siswa dapat memanfaatkan bahan bekas. Bahan bekas, yang banyak berserakan di sekolah dan rumah, seperti kertas, mainan, kotak pembungkus, bekas kemasan sering luput dari perhatian kita. Dengan sentuhan kreativitas, bahan-bahan bekas yang biasanya dibuang secara percuma dapat dimodifikasi dan didaur-ulang menjadi media dan sumber belajar yang sangat
Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

11 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

berharga. Demikian pula, dalam memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar tidak perlu harus pergi jauh dengan biaya yang mahal, lingkungan yang berdekatan dengan sekolah dan rumah pun dapat dioptimalkan menjadi sumber belajar yang sangat bernilai bagi kepentingan belajar siswa. Tidak sedikit sekolahsekolah di kita yang memiliki halaman atau pekarangan yang cukup luas, namun keberadaannya seringkali ditelantarkan dan tidak terurus. Jika saja lahan-lahan tersebut dioptimalkan tidak mustahil akan menjadi media pembelajaran atau sumber belajar yang sangat berharga. Lebih lanjut Rusman (2008) mengemukakan bahwa untuk dapat memberdayakan media dan sumber belajar secara efektif dan efisien dalam pembelajaran, guru tidak mungkin melaksanakannya secara sendiri-sendiri. Kerjasama fungsional dengan tenaga kependidikan lainnya, baik yang ada di lingkungan sekolah mapun dengan berbagai sumber daya potensial yang ada di lingkungan sekitar sekolah akan sangat membantu meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Untuk dapat merealisasikan kerjasama ini perlu inisiatif dan koordinasi yang diprogramkan secara kelembagaan dan menjadi kewenangan serta tanggung jawab kepala sekolah, karena pada dasarnya pengimplementasian kurikulum atau pembelajaran diperlukan komitmen semua pihak yang terlibat, dan didukung oleh kemampuan profesional guru sebagai salah satu implemetator kurikulum dan manajer pembelajaran. *** DAFTAR PUSTAKA Hamalik, Oemar, Prof. Dr. (2007). Implementasi Kurikulum, Bandung: Yayasan Al-Madani Terpadu. Hamalik, Oemar, Prof. Dr. (2008). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Munir. (2008). Kurikulum berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung: CV. Alfabeta. Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Rusman. (2008). Manajemen Kurikulum, Jakarta: Rajawali Press.
Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

12 Pepen Permana – Media dan Sumber Belajar

Sudrajat, Akhmad. (2008). Sumber Belajar untuk Mengefektifkan Pembelajaran Siswa. [online]. Tersedia: http:// akhmadsudrajat.wordpress.com /2008/04/15/sumber-belajar-untuk-mengefektifkan-pembelajaran-siswa/. [Tanggal diakses: 14 Januari 2009] Sudrajat, Akhmad. (2008). Media Pembelajaran. [online]. Tersedia: http:// akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/media-pembelajaran/. [Tanggal diakses: 14 Januari 2009]

Komponen Media(sarana dan prasarana)
Media merupakan sarana perantara dalam pengajaran. Media merupakan perantara untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pemakaian media dalan pengajaran secara tepat terhadap pokok bahasan yang disajikan pada peserta didik akan mempermudah peserta didik dalam menanggapi, memahami isi sajian guru dalam pengajaran.

4.Komponen Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbiungan dan mengatur kegiatan, baik yang secara \umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.

Mengapa Perlu Membentuk Jaringan Kurikulum
05-01-2009 12:23:42 | Dibaca : 7757

Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi dan otonomi pendidikan..

mendorong terjadinya perubahan dan pembaruan pada beberapa aspek pendidikan, termasuk aspek kurikulum. Dalam kaitan ini, kurikulum sekolah pun menjadi perhatian dan pemikiran-pemikiran baru, sehingga mengalami perubahan-perubahan kebijakan. Dan, salah satu perubahan dalam bidang pendidikan yang sangat strategis ialah berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, daerah memiliki kewenangan dalam mengembangkan atau menyusun kurikulum yang efektif sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerahnya dengan berlandaskan pada Standar Nasional Pendidikan. Hal ini dapat memberi harapan yang lebih nyata untuk meningkatkan mutu pendidikan demi terwujudnya sumber daya manusia berkualitas yang memiliki daya saing tinggi di tengah-tengah persaingan global yang semakin tajam. Kewenangan daerah dalam menyusun ataupun mengembangkan kurikulum tersebut memerlukan kesiapan sumber daya manusia yang profesional dalam implementasinya.

Untuk melaksanakan hal itu, peran daerah mempunyai posisi yang cukup penting. Daerah bukan saja dapat berperan dalam pengembangan kurikulum, yang selama ini tidak pernah dilakukan, tetapi juga dapat membantu satuan pendidikan agar berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan pengembangan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum oleh daerah menuntut kesiapan pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota dalam mengembangkan kurikulum secara profesional di wilayah masing-masing. Kesiapan bagi pengembang kurikulum merupakan salah satu penentu peningkatan kualitas atau mutu pendidikan di daerah terkait. Hal ini erat kaitannya dengan pertimbangan filosofis dan psikologis yang sering muncul dalam pengembangan kurikulum, di antaranya ialah: apakah hakikat dan makna kurikulum, apa saja yang seharusnya dimasukkan ke dalam kurikulum, apa saja perbedaan antara masalah-masalah dalam kurikulum dengan kenyataan hidup, kriteria apa yang dibutuhkan dalam pengorganisasian perencanaan kurikulum, dan bagaimana pengalaman belajar dapat dipilih dan dipilah yang mungkin berguna dalam pencapaian pengalaman tersebut.

Selain harus memperhatikan pertimbangan filosofis dan psikologis, para pengembang kurikulum di daerah juga haruslah memperhatikan pendekatan yang akan digunakan dalam pengembangan kurikulum. Paling tidak ada empat macam pendekatan yang perlu diperhatikan, yaitu: pendekatan akademis, pendekatan individu, pendekatan teknis, dan pendekatan sosial. Pendekatan akademis menitik beratkan pada tujuan mata pelajaran sesuai dengan konsep dasar dan batasan disiplin ilmu dari mata pelajaran tersebut. Pendekatan teknis sangat memperhatikan bagaimana substansi mata pelajaran itu dirinci dan diatur secara sistematis. Pendekatan individu memperhatikan bagaimana peserta didik dapat diarahkan pada pengembangan kemampuan berpikir dan keterampilan, dan pengembangan nilai-nilai pribadi. Sedangkan pendekatan sosial menghendaki agar pengembangan kurikulum dapat menghasilkan peserta didik memiliki berbagai kemampuan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Dari sisi lain, pengembang kurikulum di daerah selalu dituntut mempunyai keterampilan konseptual, yaitu kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami teori-teori, melakukan aplikasi, menganalisis kecenderungan berdasarkan kemampuan teoritis dan yang dibutuhkan masyarakat masa depan, dan keterampilan bekerja sama dengan lembaga lain. Sebab pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai rencana tidak hanya terdiri atas mata pelajaran (course of study), atau uraian isi mata pelajaran (course content) atau persiapan mengajar (teaching preparation) dalam bentuk silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, tetapi mencakup semua dokumen tertulis yang berkaitan dengan landasan dan azas-azas pengembangan kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, serta pedoman-pedoman pelaksanaannya. Sedangkan kurikulum sebagai pengaturan, hal ini menyangkut implementasi dan pengendaliannya.

Pusat Kurikulum sebagai salah satu pusat yang berada di bawah Badan Litbang Depdiknas merupakan institusi yang bertanggungjawab dalam pengembangan kurikulum sejak tahun 1987-an telah menjajaki berbagai kemungkinan untuk membentuk suatu mekanisme nasional dalam pengembangan kurikulum melalui suatu jaringan kurikulum. Dengan adanya jaringan kurikulum diharapkan (kala itu) arus informasi berkait dengan permasalahan kurikulum dapat terakomodasi. Di samping terjalinnya kerja sama antara pusat dan daerah, serta antardaerah dalam pengembangan kurikulum. Program pengembangan jaringan kurikulum hingga saat ini masih terus dilakukan oleh Pusat Kurikulum. Lebih-lebih dalam menyikapi perubahan pengembangan kurikulum antara pusat dan daerah yang akhir-akhir ini digulirkan pemerintah lengkap dengan payung peraturan perundang-undangannya, maka dipandang perlu adanya wadah bagi para pengembang yang secara sistemik diwujudkan dalam bentuk kelembagaan jaringan kurikulum yang secara periodik dilakukan pembinaan secara teratur.

Jaringan kurikulum merupakan suatu sistem kerja sama antara pusat dengan daerah, antardaerah, dan antar unsur di daerah dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan daerah. Tim jaringan kurikulum merupakan suatu organisasi nonstruktural terdiri atas unsur dinas pendidikan, perguruan tinggi, LPMP, dan masyarakat yang berfungsi membantu Dinas Pendidikan Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalam pengembangan kurikulum.

Dalam International Bureau of Education, UNESCO: 2005 dinyatakan bahwa: Curriculum Development Network is a means of enhancing local and national capacity for curriculum development, the promotion of dialogue among curriculum policy-makers, specialists and researchers, the sharing of experiences, and the testing and development of comparative case study-based training resources in the management of curriculum chang. Dari pernyataan ini ditegaskan bahwa yang dimaksud jaringan pengembangan kurikulum adalah suatu alat atau wahana peningkatan kemampuan daerah dan nasional untuk pengembangan kurikulum. Di samping pula sebagai wadah membangun kesadaran dan membahas isu dan inovasi mutakhir dalam bidang kurikulum, pembelajaran, dan pengembangan profesional bagi orang-orang daerah.

Pembentukan jaringan kurikulum di setiap daerah merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk mengatasi keberagaman kemampuan dan meningkatkan akselerasi penyusunan kurikulum di daerah. Adanya jaringan kurikulum di setiap daerah diharapkan mampu membantu Pusat Kurikulum dan khususnya pihak dinas pendidikan setempat serta sekolah/madrasah dalam rangka pengembangan kurikulum (baca: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP).

Pembentukan jaringan kurikulum di daerah dilatar belakangi oleh beberapa hal, antara lain yaitu: (1) pengembangan kurikulum harus merupakan suatu siklus kontinuitas dan kompleksitas sebagai suatu proses, (2) pengembangan kurikulum harus merupakan sebagai bagian integral dan berkelanjutan dalam kebijakan perencanaan dan pengembangan sistem pendidikan, dan (3) pengembangan kurikulum sebagai fungsi berkelanjutan memerlukan mekanisme permanen secara nasional maupun regional untuk menghadapi berbagai persoalan yang timbul. Di samping itu, dengan mengkaji perkembangan kurikulum pada hakikatnya akan menyadarkan kita bahwa pengembangan kurikulum dalam suatu sistem pendidikan yang mapan dan baik tidak akan pernah mengenal berhenti. Pengembangan kurikulum akan selalu terjadi, baik dalam kurun waktu tertentu dan teratur maupun kapan saja apabila hal tersebut diperlukan. Kurikulum harus mampu menjawab perubahan tatanan masyarakat, perubahan struktur disiplin keilmuan, dan perubahan pengetahuan tentang tingkah laku peserta didik yang mungkin terjadi setiap saat.

Dengan dibentuknya pengembang kurikulum di daerah, harapannya ialah agar: (1) menumbuhkembangkan kesadaran daerah tentang pentingnya pengembangan kurikulum secara mandiri dan fungsi pendampingan pada satuan pendidikan, (2) terbentuk kesamaan persepsi tentang penyusunan, implementasi, pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum oleh pengelola, pengembang dan pelaksana kurikulum, (3) dikuasainya kemampuan pengembangan kurikulum oleh pengelola, pengembang dan pelaksana kurikulum, (4) terjadi proses peningkatan kemampuan daerah dalam pengembangan kurikulum dengan menekankan potensi dan kekuatan yang ada di daerah, dan (5) tersusunnya kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan daerah.

Secara keseluruhan organisasi jaringan kurikulum berkedudukan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Di tingkat pusat dikordinasikan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas yang dinamakan Tim Jaringan Kurikulum Pusat. Di tingkat provinsi dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi yang dinamakan Tim Jaringan Kurikulum Provinsi. Di tingkat Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang dinamakan Tim Jaringan Kurikulum Kabupaten atau Tim Jaringan Kurikulum Kota. Sedangkan personal yang terlibat di dalamnya dinamakan Tim Pengembang Kurikulum (TPK).

Jaringan Kurikulum Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja sama dengan Jaringan Kurikulum Pusat, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas, Jaringan Penelitian dan Pengembangan (Jarlitbang), Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kantor Wilayah Departemen Agama, Kantor Wilayah Perwakilan Departemen Agama, perguruan tinggi, Dewan Pendidikan, organisasi profesi, LSM, komite sekolah, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah/ Madrasah (MKKS/M, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Kelompok Kerja Guru (KKG).

TPK sebagai pengembang kurikulum di daerah keberadaannya cukup strategis. Ketenagaan TPK merupakan komponen penting sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan kurikulum di daerah. Oleh karena itu, dipandang penting bimbingan teknis dan pendampingan kepada perencana kurikulum di daerah yang merupakan kebutuhan dasar dalam mengembangkan kurikulum. Hal ini dilakukan agar keberadaan TPK dapat terpenuhi baik secara kuantitatif, kualitatif dan status ketenagaan (kualifikasi pendidikan) sehingga proses pengembangan menjadi lebih bermutu. Di samping itu, daerah juga diharapkan mampu memberdayakan potensi satuan pendidikan dengan cara memfasilitasi kegiatan sosialisasi pengembangan kurikulum kepada para guru. Guru-guru hendaknya dilibatkan dalam pengembangan kurikulum.

Di samping tugas utamanya adalah mensosialisasikan (mediator) berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum, di sisi lain TPK juga berperan memberikan bantuan teknis (fasilitator) kepada satuan pendidikan mengenai penyusunan, implementasi, pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum. Pada aktivitas yang lain, TPK dituntut pula mampu mengkaji kebijakan kurikulum, dan mengembangkan (inovator) model-model kurikulum serta pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan perkembangan daerah atau sekolah. Oleh karena itu, mari kita bergandengan dalam mengembangkan kurikulum. -Sutjipto-

Prodi Pengembangan Kurikulum – SPS UPI 2009

  • About
  • Statistics

· Reads:

5,752

· Rated:

· Published:

06 / 29 / 2009

· Category:

School Work > Essays & Theses

Add to Collections

Report this document

Description:

No description.

Show More

Description:

No description.

Tags:

media, Kurikulum, Sumber, belajar, pembelajaran, Implementasi

Copyright:

Attribution Non-commercial

- Show less

Login to Add a Scribble

Tidak ada komentar:

Posting Komentar