Jumat, 21 Mei 2010

paham jabariyah

A. Paham Jabariyah
1. Pengertian Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabbara yang mengandung arti memaksa. Sedangkan menurut Al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba dan secara hakikat menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. (Supiana, 2003: 178)
Dalam istilah inggris paham Jabariyah disebut fatalism/predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di tentukan sejak semula oleh qada’ dan qadar Tuhan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa paham Jabariyah itu adalah manusia dianggap tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan.
2. Sejarah Munculnya Paham Jabariyah
Paham Jabariyah timbul berawal dari daerah Jazirah Arab yang kehidupannya selalu berhadapan dengan suasana padang pasir yang gersang dan tandus, hingga masyarakatnya merasa tidak mampu mengubah alam untuk di sesuaikan dengan hendak mereka. Mereka merasa lemah dan tak kuasa, menyerah kepada keadaan yang apa adanya. Kecondongan kepada hidup yang selaliu pasrah membawa mereka kepada paham fatalistis. (Ermin Mahrus dan Moh. Haitami Salim, 2008: 108)

Paham Jabariyah diduga telah ada sejak sebelum Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir yang terjal dan gersang dan panas telah memberi pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Dalam dunia seperti ini mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak berkuasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh suasana padang pasir.
Dalam kehidupan sehari-hari, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal inilah yang membawa mereka bersikap Fatalistis. Oleh karena itu, ketika paham Qadariyah dibawa ke kalangan mereka oleh orang-orang Islam yang bukan berasal dari padang pasir, hal itu menimbulkan kegoncangan dalam pemikiran mereka dan menganggapnya bertentangan dengan ajaran Islam.
3. Pandangan Umat Islam Terhadap Paham Jabariyah
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia baik yang terpuji ataupun yang tercela pada hakekatnya bukanlah hasil pekerjaanya sendiri, melainkan hanyalah termasuk ciptaan tuhan, yang dilaksankannya melalui tangan manusia. Dengan demikian maka manusia itu tiadalah mempunyai perbuatan, dan tidak pula mempunyai kodrat untuk berbuat. Sebab itu, orang mukmin tidak akan menjadi kafir lantaran dosa-dosa besar yang dilakukannya. (Syalabi, 2003: 297)
Terlepas dari ada atau tidaknya kondisi alam yang demikian, Al-Qur’an sendiri banyak memuat ayat-ayat yang dapat membawa timbulnya paham Jabariyah, seperti terdapat dalam surah Al-Shaffat ayat 96, Al-An’am ayat 112, Al-Anfal ayat 17, dan ayat-ayat lainnya.
Pendapat Jabariyah pun memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam. Mereka selanjutnya mengembangkan pahamnya sejalan dengan perkembangan masyarakat pada saat itu. Paham ini diperkenalkan pertama kali dikalangan umat Islam oleh Al-Ja’d ibn Dirham yang dilanjutkan oleh Jahm bin Shafwan dan lainnya.
Ada pandangan menarik yang menyatakan bahwa di kalangan mereka sendiri ada pendapat yang mengatakan, tidak semua perbutaan manusia bergantung kepada Tuhan secara mutlak. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Najjar dan Dirar ibn ‘Amr yang dikenal sebagai tokoh Jabariyah moderat. Menurut mereka, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan itu positif maupun negatif.
Dengan demikian aliran Jabariyah memiliki dasar pijak di dalam Al-Qur’an dan kedudukan yang sejajar dengan paham Qadariyah sebagaimana disebutkan di atas. Manusia dianggap tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa manusia dalam paham Jabariyah adalah sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimiliki oleh paham Qadariyah.

B. Paham Qadariyah
1. Pengertian Qadariyah
Qadariyah berakar dari kata qadara yang berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan. Sedangkan sebagai aliran dalam kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk satu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. (Supiana, 2003: 176)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa paham Qadariyah adalah manusia itu mempunyai kemampuan untuk bertindak (qudrat) dan mempunyai kemampuan untuk memilih (iradah), karena itu manusialah yang menentukan untuk berbuat kebaikan atau keburukan dan manusia itu sendirilah yang akan mempertanggung jawabkan perbuatannya itu diakhirat kelak.
Tokoh pemikir pertama kali yang menyatakan paham Qadariyah ini adalah Ma’bad al-Juhani, yang kemudian diikuti oleh Ghailan al-Dimasqi. Sementara itu Ibnu Nabatah sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Amin berpendapat bahwa paham Qadariyah itu pertama kali muncul dari seseorang asal irak yang menganut Kristen dan kemudian masuk Islam, tetapi kemudian masuk Kristen lagi. Dari tokoh inilah Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasqi menerima paham Qadariyah.




2. Sejarah Munculnya Paham Qadariyah
Mazhab Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H / 689 M. Tokoh utama mazhab Qadariyah adalah Ma’bad Al- Juhani dan Ghailan Dimasyqi, kedua tokoh inilah yang pertama kali menyebut tentang qadar. Ma’bad semasa hidupnya pernah berguru dengan Hasan Basyri bersama dengan Wasil ibn Atha, jadi beliau termaksud Tabi’in atau generasi kedua sesudah nabi, sedangkan Ghailan semula tinggal didamaskus, ayahnya menjadi Maulana Usman bin Affan. Ghailan seorang ahli pidato, sehingga banyak orang yang tertarik dengan pendapatnya.
Kedua tokoh qadariyah di atas mati dibunuh, Ghailan dibunuh pada masa Hisyam ibn Abdul Malik dan Ma’bad di bunuh karena dituduh terlibat dalam pemberontakan bersama dengan Abdurrahman Al-Asy’ats.
Setelah Ma’bad wafat paham ini disebarkan dan dikembangkan oleh Ghailan Dimasyqi, sehingga tersebar luas sampai ke Iran.
Setelah kedua tokoh qadariyah ini wafat dilanjutkan lagi penyebarannya oleh pengikut-pengikutnya dan bersamaan dengan perkembangan paham qadariyah ini timbul pula paham jabariyah yang dicetuskan oleh Jaham ibn Sofwan.
Mengenai kapan paham Qadariyah ini muncul, tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, ada sebagian pendapat yang menghubungkan paham ini dengan Khawarij. Pemahaman mereka tentang konsep iman, pengakuan hati, dan amal dapat menimbulkan rasa kesadaran bahwa manusia mampu sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya sendiri, baik dan buruknya.

3. Pandangan Umat Islam Terhadap Paham Qadariyah
Paham Qadariyah telah meletakkan mamnusia pada posisi merdeka dalam menentukan tingkah laku dan kehendaknya (free act dan free will). Jika manusia berbuat baik, hal itu atas kehendak dan kemauannya sendiri serta berdasarkan kemerdekaan dan kebebasan memilih yang ia miliki. Oleh karena itu, jika seseorang diberi pahala yang yang baik berupa surga di akhirat atau diberi siksa di neraka, semua itu atas pilihannya sendiri.
Terlepas dari apakah paham Qadariyah ini dipengaruhi paham luar atau tidak, yang jelas di dalam Al-Qur’an sendiri banyak dijumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham Qadariyah seperti dalam surah Al-Ra’d ayat 11, Al-Sajdah ayat 40, dan Al-Kahf ayat 29. Dengan demikian, paham Qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam Islam.
Dengan demikian paham Qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam Islam, dan tidaklah beralasan jika ada sebagian orang menilai paham ini sesat atau keluar dari Islam.

C. Perbedaan Paham Jabariyah dan Paham Qadariyah
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa Jabariyah yang fatalis-predistin (yang dekat kepada Jabari) memandang manusia berada dalam posisi yang sangat lemah. Perbuatan-perbuatan manusia adalah hal-hal yang harus dilakukan dan dilalui oleh manusia tanpa diperlukan mereka memainkan peran. Kalau ada di antara keduanya mengakui lebih mirip lemah atau tanpa pengaruh. Bahkan diakui secara tegas bahwa perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan dan ia hanya tempat berlakunya perbuatan dan ciptaan-Nya.
Sedangkan dalam paham Qadariyah ini, keyakinaan penganutnya adalah bahwa perbuatan manusia merupakan ciptaan dan pilihannya sepenuhnya, bukan ciptaan atau pilihan Allah. Hal ini didasarkan pada kemampuan manusia membedakan antara orang yang berbuat baik atau berbuat jelek dengan dengan orang yang baik atu jelek wajahnya. Kita memuji orang yang berbuat baik karena kebaikannya dan mencela yang berbuat jelek karena kejahatannya. Yang demikian tidak berlaku terhadap orang yang baik atau jelek wajahnya sebagaimana pula pada orang yang tinggi atau yang pendek. Terhadap orang yang tinggi atau pendek tidak dapat dikatakan kepadanya “mengapa anda tinggi” atau “mengapa anda pendek”. Terhadap orang yang berbuat lalim atau berdusta dapat dikatakan “mengapa anda berbuat lalim” atau “mengapa anda berdusta”. Kalau sekiranya yang terakhir itu (lalim dan dusta) tidak bergantung pada kita, maka bukanlah kemestian membedakannya dengan yang lain (tinggi atu pendek).yang bergantung pada manusia adalah perbuatannya dan diadakan olehnya.
Dan dapat dismpulkan bahwa perbedaan keduanya itu, Jabariyah memandang manusia tidak merdeka dan mengerjakan perbuatannya dalamkeadaan terpaksa sedangkan qadariyah itu memandang manusia pada posisi merdeka dalam menentukan tingkah laku dan kehendaknya.
1. Dampak Positif dan Negatif Paham Jabariyah dan Paham Qadariyah
Dampak positifnya paham Jabariyah yaitu:
a) Dapat dimanfaatkan sebagai pembenar bagi tidakan-tindakan mereka atas umat Islam.

Dampak negatifnya paham Jabariyah yaitu:
a) Paham Jabariyah, kalau diperangi secar ekstrem, akan menimbulkan hilangnya rasa tanggung jawab manusia atas perbuatannya.
b) Sikap pasif dalam kehidupan di dunia juga akan lahir dari ekstremitas paham Jabariyah. Sikap yang paling tepat adalah menerima apa adanya segal yang terjadi itu.
c) Sikap menyerah, akibatnya ketertinggalan yang serius dalam kehidupan ini di dunia yang menyebabkan fungsi manusia sebagai saksi kebenaran di situ tidak dapat diwujudkan dengan baik. Manusia tidak akan menjadi penguasa atas alam, namun sebaliknya, ia menjadi tergantung pada lingkungannya.
Dampak positifnya paham Qadariyah yaitu:
a) Dimanfaatkan dalam menyadari keterbatasan wilayah akal, lalu menyadarkan diri kepada Allah dalam hal-hal yang diluar wilayahnya itulah manusia bisa membebaskan diri dari kesulitan seperti itu.


Dampak negatifnya paham Qadariyah yaitu:
a) Paham Qadariyah yang diterapkan secara ekstrem akan menimbulkan pula kesulitan-kesulitan yang tak kurang serius. Manusia akan terjerumus dalam kesombongan.
b) Paham Qadariyah juga dapat menyebabkan pemujaan yang keterlaluan kepada akal dan penalaran.
c) Ekstremitas paham Qadariyah adalah hilangnya pegangan manusia manakala jalan yang ditempuh berdasarkan akal mengalami kebuntuan.

2. Pengaruh Paham Jabariyah dan Paham Qadariyah Terhadap Umat Islam
Pengaruh paham jabariyah terhadap umat Islam ini manusia itu tiadalah mempunyai kodrat untuk berbuat. Sebab itu, orang Mukmin tidak akan menjadi kafir lantaran dosa-dosa besar dilakukannya, sebab ia melakukannya semata-mata karena terpaksa. Dia adalah laksana sehelai bulu yang berkatung-katung di udara, bergerak kesanaa sini menurut hembusan angin.
Pengaruh paham Qadariyah terhadap umat islam yaitu aliran Qadariyah ini juga memandang kebebasan manusia terbatas. Kemerdekaan itu terkait dengan imbalan yang merupakan hak manusia. Manusia merdeka memilih untuk berbuat baik atau berbuat sebaliknya (berbuat jelek). Akan tetapi Allah telah menetapkan bahwa berbuat baik itu mendapat balasan baik, keberuntungan, dan pahala. Berbuat jelek ditegaskannya akan mendapat siksaan, kecelakaan,dan kehinaan. Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk menempuh jalan hidupnya.
Dari paham Jabariyah dan paham qadariyah ini pengaruhnya terhadap umat islam yaitu paradoks yang ada pada diri manusia, kebebasan dan keterikatan ini, bisa-dan dalam kenyataan sejarah, telah melahirkan dua aliran yang ekstrem tentang perbuatan manusia dalam hubungannya dengan perbuatan Allah. Paham Jabariyah berpendapat, bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk menentukan perbuatan, karena pada dasarnya Allah telah menentukan perbuatan-perbuatannya sejak Azali dan mewujudkannya padanya (manusia) atas kemampuannya sendiri.
Paham Qadariyah, sebaliknya, berp[endapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatannya. Allah sama sekali tidak menentukannya sebelumnya. Dua paham ini, jika dipegangi secara ekstrem, akan menimbulkan kesulitan dalam kehidupan manusia sendiri.

spi mekah

M A K A L A H
Sejarah Pendidikan Islam Di Mekkah
Mata Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Arief Sukino, M.Ag

Di Sisusun Oleh :
Abdul rozi
NIM : 1081109677
Kelas : III A

Jurusan Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN )
PONTIANAK
2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita haturkan kepada ALLAH SWT karena limpahan rahmat dan hidayahNYA saya dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam kita curahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang telah membawa kita ke jalan kebenaran yaitu Islam.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arief Sukino selaku Dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah saya ini, dan juga kepada teman – teman yang telah memberi motivasi kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya berharap makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar saya dapat memperbaiki kesalahan – kesalahan yang terjadi untuk menyesaikan tugas makalah berikutnya.



Pontianak, November 2009


Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 3
BAB II PEMBAHASAN
1. Sejarah Pendidikan Islam Di Mekkah……………………………….. 4
2. Tahapan Pendidikan Islam Fase Mekkah……………………………. 5
3. Materi Pendidikan Islam…………………………………………….. 6
4. Metode Pendidikan Islam…………………………………………… 7
5. Kurikulum Pendidikan Islam………………………………………... 8
6. Lembaga Pendidikan Islam………………………………………….. 8

BAB III PENUTUP……………………………………………………………. 9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 10











BAB I
PENDAHULUAN

Mempelajari sejarah berarti mempelajari kejadian dimasa lalu. Dengan mempelajari apa yang terjadi dimasa lalu kita dapat mengambil pelajaran atau hikamh dari kejadian tersebut untuk dijadikan pedoman dalam menjalani hidup pada masa sekarang. Karena semua hal yang ada pada masa sekarang ini baik di bidang sosial, kebudayaan, politik, ekonomi dan bahkan bidang pendidikan sebagian besar merupakan efek atau bias dari sejarah yang telah berkembang.
Sebagai umat Islam apalagi sebagai seorang pelajar tentunya sangat penting untuk mengetahui dan mempelajari sejarah Islam terutama Sejarah Pendidikan Islam. Hal ini berguna untuk menumbuhkembangkan wawasan generasi mendatang di dalam pengetahuan sejarah tersebut. Sejarah Pendidikan Islam yang sangat penting untuk diketahui dan dipelajari sehingga dapat dipraktekkan dalam dunia pendidikan sekarang ini adalah Sejarah Pendidikan Islam Pada Rasulullah SAW. Karena Sebagaimana yang kita ketahui Beliau merupakan figur terbaik yang dijadikan suri teladan oleh setiap umat Islam.
Sejarah Pendidikan Islam Pada masa Rasulullah SAW. dibagi menjadi 2 periode yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Pada makalah ini saya mendeskripsikan sejarah pendidikan islam di Mekkah,termasuk di dalamnya bagaimana metode pendidikannya, materi pengajaran serta kurikulum yang digunakan pada proses pendidikan fase Mekkah. Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu para pelaku pendidikan khususnya pelaku pendidikan islam dalam menjalankan proses pendidikan dengan mencontoh metode pengajaran yang terjadi pada masa sejarah islam di masa Rasulullah SAW.







BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Pendidikan Islam Di Mekkah
Pendidikan islam merupakan warisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman ajaran islam dalam rangka terbentuknya kepribadian utama menurut islam. Munculnya ilmu pendidikan telah memotivasi umat islam untuk menelusuri perjalanan sejarah pendidikan islam.
( http://dakir.wordpress.com/2009/03/16/pengertiansubyek-sejarah-pendidikan-islam/)
Sejarah Pendidikan Islam pada masa Rasulullah periode Mekkah, yakni Sejak Nabi diutus sebagai Rasul hingga hijrah ke Madinah-kurang lebih sejak tahun 611 M – 622 M atau selama 12 tahun tahun 5 bulan 21 hari, sistem pendidikan islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi-materi pendidikan, selain Nabi. ( Suwendi, 2004 : 7 )
Nabi Muhammad SAW. Menerima wahyu yang pertama di gua Hira di Mekkah pada tahun 610 M. Dalam wahtu itu termaktub yang artinya sebagai berikut : “ Bacalah ( ya Muhammad ) dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan ( semesta alam ) ! Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya” ( QS. Al Alaq : 1-5 )
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua, artinya sebagai berikut : “ Hai orang berselimut ( Muhammad ). Bangunlah dan beri peringatan ( kaummu ) ! Dan Tuhanmu Agungkanlah ! Dan bersihkanlah pakaianmu 1 Dan tingggalkanlah dosa ( berhala )! Jangan engkau memberi, supaya mendapat lebih banyak ! Dan sabarlah ( menurut perintah Tuhanmu )! “ (QS. Al Muddatstsir : 1-7 ).
Dalam wahyu yang mula-mula turun itu, Mahmud Yunus dalam Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan islam pada masa Mekkah ini meliputi :
 Pendidikan Keagamaan ,yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata, jangan mempersekutukanNya dengan berhala, karena Dia Tuhan yang Maha Besar dan Maha Pemurah, sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu sejauh-jauhnya.

 Pendidikan Aqliyah dan Ilmiyah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
 Pendidikan Akhlaq dan Budi Pekerti, Nabi Muhammad SAW mengajar sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
 Pendidikan Jasmani ( kesehatan ), yaitu mementingkan kebersihan, bersih pakaian, bersih badan dan bersih tempat kediaman.
( Zuhairini dkk, 1986 : 27 )

2. Tahapan Pendidikan Islam Pada Fase Mekkah
Pola pendidikan yang dilakukan Rasulullah Sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikan kepada kaum Quraisy. Dalam hal ini Kamaruzzaman di dalam buku Sejarah Pendidikan Islam membagi kepada 3 tahap :
a. Tahap pendidikan Islam secara Rahasia dan Perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama Al Quran surat Al Alaq ayat 1-5, Pola pendidikan yang dilakukan adalah sembunyi-sembunyi mengingat kondisi sosial-politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik isterinya, Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk dari Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali ibn Abi Thalib ( anak pamannya ) dan Zaid ibn Haritsah ( seorang pembantu rumah tangganya yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya ). Kemudian sahabat karibya Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan tersebut di sampaikan secara meluas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy.
b. Tahap pendidikan Islam secara terang-terangan
Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkau seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang akan masuk agama islam.
c. Tahap pendidikan Islam untuk Umum
Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala “ internasional “ tersebut didasarkan kepada perintah Allah dalam surah Al Hijr ayat 94-95. ( Samsul Nizar, 2007 : 32 )

3. Materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan pada fase Mekkah yang diberikan oleh Rasulullah antara lain, yaitu :
 Pendidikan Tauhid
Pelaksanaan atau praktek pendidikan tauhid tersebut diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya dengan cara yang sangat bijaksana yaitu dengan menuntun akal pikiran untuk mendapatkan dan meniru pengertian tauhid yang di ajarkan, dan sekaligus beliau memberikan teladan dan contoh bagaimana pelaksanaan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara kongkrit, kemudian beliau memerintahkan agar umatnya mencontoh praktek pelaksanaan tersebut sesuai dengan apa yang dicontohkanya.(www.aw3r3mu.wordpress.com) Berarti di sini Nabi Muhammad SAW telah mampu menyesuikan diri dengan pola kehidupan masyarakat jahiliah dengan mengajarkan ilmu tauhid secara baik dengan tanpa kekerasan.
 Pendidikan Amal dan Ibadah
Pada awalnya Nabi sholatnya bersama sahabat-sahabatnya secara sembunyi-sembunyi. Namun setelah Umar ibn Khattab masuk islam beliau melakukannya secara terang-terangan. Pada mulanya sholat itu belum dilakukan sebanyak lima kali sehari semalam kemudian setelah Nabi Isra’ dan Mi’raj barulah diwajibkan untuk sholat lima waktu. Adapun zakat semasa di Mekkah diberikan kepada fakir miskin dan anak-anak yatim serta membelanjakan harta untuk jalan kebaikan.
( http://dakir.wordpress.com/2009/04/14/pendidikan-islam-pada-masa-nabi-muhammad-saw/ )
 Pendidikan Akhlaq
Diantara akhlaq yang baik yang dianjurkan Nabi masa di Mekkah, yaitu sebagai berikut :
1) Adil yang mutlak, meskipun terhadap keluarga atau diri sendiri
2) Pemaaf
3) Menepati janji, tepat pada waktunya.
4) Takut kepada Allah semata dan tiada takut kepada berhala
5) Berbuat kebaikan kepada kedua orangtua, dan sebagainya.
( Mahmud Yunus, 1963: 12 )
 Pengajaran Al Quran
Materi pengajaran Al Quran dapat dirinci kepada :
a) Materi baca-tulis Al Quran
b) Materi Menghafal ayat-ayat Al Quran
c) Materi Pemahaman Al Quran
( Samsul Nizar, 2007 : 34-35 )
Pada fase Mekkah materi pengajaran Al Quran yang diberikan hanya berkisar pada ayat-ayat Al Quran pada surah-surah yang diturunkan ketika Nabi sebelum Hijrah ke Madinah. Surah yang diturun di Mekkah inilah yang kemudian dikenal dengan nama surah Makkiyah. ( Suwendi,2004 : 7 )
4. Metode Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan – kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sesuai dengan nilai-nilai islam, sehingga terjadilah perubahan pribadinya sebagai makhluk individual, sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup. ( Erwin Mahrus & Moh.Haitami Salim, 2008 : 162 )
Untuk mencapai pada pengertian pendidikan tersebut tentunya seorang pendidik memerlukan metode-metode yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan. Begitu juga dengan Rasulullah dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Adapun metode pendidikan yang dilakukan Rasulullah dalam mendidik sahabatnya antara lain ;
 Metode ceramah
 Dialog
 Diskusi / tanya jawab
 Metode perumpamaan
 Metode kisah
 Metode pembiasaan
 Metode hafalan
( Samsul Nizar, 2007 : 35 )



Adapun Salah satu faktor penting yang menurut saya merupakan metode pendidikan Islam yang menjadikan kejayaan pendidikan Islam yang dijalankan Rasulullah SAW. Faktor tersebut ialah “karena beliau menjadikan dirinya sebagai model dan teladan bagi umatnya. Rasulullah SAW adalah al Qur’an yang hidup (the living Qur’an) artinya pada diri Rasulullah SAW tercermin semua ajaran al Qur’an dalam bentuk nyata. Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangannya. Oleh karena itu para sahabat dimudahkan dalam mengamalkan ajaran Islam yaitu dengan meniru perilaku Rasulullah SAW. “ (http://www.voa-islam.com/news/technology)
5. Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum merupakan pedoman ataupun dasar dalam pelaksanaan pendidikan. Pada masa Rasulullah kurikulum yang digunakan adalah Al Quran yang Allah Wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami pada saat itu. ( Samsul Nizar, 2007 : 36 )
6. Lembaga Pendidikan Islam
Penulis Kamaruzzaman dalam buku Sejarah Pendidikan Islam, menyebutkan ada dua tempat yang menjadi lembaga pendidikan Islam pada fase Mekkah, yaitu :
• Rumah Arqam ibn Arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah untuk belajar hukum – hukum dan dasar-dasar ajaran Islam. Rumah ini merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam islam, adapun yang mengajar dalam lembaga tersebut adalah Rasulullah sendiri.
• Kuttab
Pendidikan di Kuttab pada awalnya lebih terfokus pada materi baca tulis sastra, syair Arab, dan pembelajaran berhitung namun setelah datang Islam materinya ditambah dengan materi baca tulis Al Quran dan memahami hukum-hukum Islam.
( Samsul Nizar, 2007 : 36-37 )




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
 Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim. Hal ini ditanamkan Rasulullah karena pada saat itu kondisi masyarakat Mekkah masih dalam keadaan jahiliyah dan masih banyak yang menyelbah berhala. Tujuan penanaman nilai-nilai tauhid ini adalah agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
 Pendidikan fase Mekkah merupakan fase terberat bagi Nabi Muhammad SAW. Karena di Mekkah Nabi banyak mengalami kesulitan dan tantangan dari masayarakat Mekkah yang masih belum menerima adanya agama islam. Hal ini dapat dilihat pada tahap awal Pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah yang dilakukan secara tersembunyi dan hanya berkisar pada kerabat dekatnya saja.













DAFTAR PUSTAKA

Erwin Mahrus & Moh.Haitami Salim. 2008.Pengantar Studi Islam. Pontianak : STAIN Pontianak Press.
Samsul Nizar. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarata : Kencana Prenada Media.
Mahmud Yunus. 1963. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : PT.Hidakarya Agung
Suwendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Zuhairini,dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara
http://dakir.wordpress.com/2009/03/16/pengertiansubyek-sejarah-pendidikan-islam/
Siti Muflihah. http://mufeecrf.blogspot.com/2009/10/pendidikan-islam-pada-masa-rasulullah.html.
Aweremu.http://aw3r3mu.wordpress.com/2009/06/17/tarihut-tarbiyyah-islamiah-di-makkah-masa-nabi-muhammad-saw/
Mudakir Fauzi. http://dakir.wordpress.com/2009/04/14/pendidikan-islam-pada-masa-nabi-muhammad-saw/
http://www.voa-islam.com/news/technology

sejarah pendidikan pada masa belanda

MAKALAH
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
“SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN BELANDA DI INDONESIA”

Dosen Pengampu: Arief Sukino, M.Ag
Di susun oleh:
Abdul rozi
108 1109 677

Kelas/Semester: A / III






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONTIANAK
2009


KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya lah penulis dapat menyelasaikan makalah ini. Shalawat beriring salam kita sanjungkan untuk Nabi muhammad saw beserta keluarga dan sahabatnya yang telah mengupayakan pembentukan sumber daya manusia melalui kegiatan pendidikan.
Makalah ini sengaja dibuat sebagai tugas mata kuliah SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM, Terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Dosen Pengampu Bapak Arief Sukino, M,Ag dan kedua orang tua saya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan doanya.
Saya yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis sangat meminta kepada para pembaca, apabila ada kritik dan saran penulis sangat menerima aspirasinya dari para pembaca.






Pontianak, November 2009


Penulis














i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………… 1
B. Masalah………………………………………………………... 1
C. Tujuan Penulisan……………………………………………… 2
BAB II : PEMBAHASAN
A Kondisi Masuk dan Berkembanganya Islam di Indonesia……. 3
B. Kebijakan Pemerintah Belanda dan Indonesia Terhadap
Pendidikan Islam……………………………………………… 6
C. Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia……… 9
D. Sistem Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia………………………………………….. 15
E. Pendidikan Islam Pada Masa penjajahan Belanda…………….. 18
F. Sikap Belanda Terhadap Pendidikan Islam Serta Pengaruhnya
Pendidikan Islam Masuk di Indonasia………………………… 20
BAB III : PENUTUP
A .Kesimpulan…………………………………………………….. 22
B. Saran…………………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 24










ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kedatangan bangsa belanda seperti juga bnagsa eropa lainnya ke Indonesia pada mulanya adalah untuk berdagang dan mencari rempah-rempah. Diasia barat orang-orang kristen eropa dilarang berdagang setelah konstantinopel dikuasai oleh kerajaan islam turki usmaniyang di pimpin oleh muhammad al-fatih. Dengan demikian
Datangnya kolonial belanda ini, dia berhasil menancapkan kukunya di bumi nusantara denganmisi-misinya (imperialisme dan kristenisasi) sangat merusak peraturan yang sudah ada.
Memang kita ketahui bahwa kolonial belanda ini cukup banyak mewarnai parjalanan sejarah (islam) di indonesia. Banyak sekali peristiwa dan pengalman yang dicatat oleh belanda sejak awal kedatangan di indonnesia, baik sebagai pedagang perseorangan maupun ketika diorganisasikan dalam bentuk dagang yang bernama voc, juga sebagai aparat pemerintah yang berkuasa dan menjajah.
Dengan gigih dan mengorbankan jiwa maupun harta, melalui organisasi umat Islam dan lembaga-lembaga pendidikan islam, mereka menymbangkan andil besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Banyak pahlawan yang gugur dalam medan peperangan sebagai kusuma bangsa. Dari organisasi islam ini ditumbuhkan dan dikembangkan sikap dan rasa nasionalisme dikalangan rakyat melalui pendidikan
B. Masalah
Dari pernyataan dan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia
2. Apa kebijakan pemerintah Belanda dan Indonesia terhadap pendidikan Islam
3. Sikap Belanda terhadap pendidikan Islam serta pengaruhnya pendidikan Islam masuk di Indonasia
4. Apa-apa saja Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
5. Bagaimana pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda
6. Bagaimana sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan
nasional di Indonesia

1
C. Tujuan penulisan
Dari ruang lingkup permasalahan diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh informasi dan kejelasan tentang:
1. kondisi masuk dan berkembangnya islam di indonesia .
2. Kebijakan Pemerintah Belanda dan Indonesia Terhadap Pendidikan Islam
3. Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
4. Sistem Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
5. Pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda
6. sikap belanda terhadap pendidikan islam serta pengaruhnya pendidikan islam masuk di indonasia































2
BAB II
PAMBAHASAN

A Kondisi Masuk dan Berkembanganya Islam di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M/I H. Tetapi baru meluas pada abad ke-13 M. Perluasan Islam ditandai berdirinya kerajaan Islam tertua di Indonesia, seperti Perlak dan Samudra Pasai di Aceh pada tahun 1292 dan tahun 1297. Melalui pusat-pusat perdagangan di daerah pantai Sumatera Utara dan melalui urat nadi perdagangan di Malaka, agama Islam kemudian menyebar ke pulau Jawa dan seterusnya ke Indonesia bagian Timur. Islam masuk ke Indonesia dan peralihan dari agama Hindu ke Islam, secara umum nerlangsung dengan damai.
Seminar masuknya agama Islam di Indonesia yang diselenggarakan di Medan pada tahun 1963 menyimpulkan sebagai berikut:
1) Menurut sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke 7 M/1 H. dibawa oleh pedagang dan muballigh dari negeri Arab.
2) Daerah yang pertama di masuki adalah pantai barat pulau Sumatera yaitu di daerah Baros, tempat kelahiran ulama besar bernama Hamzah Fansyuri. Adapun kerajaaan Islam yang pertama ialah di pase (Pasai).
3) Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam bangsa Indonesia ikut aktif mengambil bagian yang berperan, dan proses itu berjalan secara damai.
4) Kedatangan Islam di Indonnesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina karekter bangsa. Karakter tersebut dapat dibuktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan bangsa asing dan daya tahannya mempertahankan karakter tersebut selama dalam zaman penjajahan barat dalam waktu 350 tahun. (Zuhairini, 1986: 133)
Jika masuknya orang Islam yang pertama di Indonesia itu di tetapkan pada abad ke 1 H, maka mereka itu dalam pengamalan agamanya beraliran Al-Salaf al-Shaleh (golongan angkatan pertama, yang terdahul Shaleh). Pada abad ke 1 H belum dikenal adanya Mazhab Syafi’I, Maliki, Hanafi dan Hambali.
Dapat dibayangkan bagaimana sikap kepribadian para penyiar Islam yang pertama di Indonesia itu dengan mengingat tiga hal itu, yaitu:

3
1) Mereka adalah angkatan umat Islam abad 1 H Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa: “sebaik-baik abad adalah abad saya, kemudian abad berikutnya”.
2) Mereka pada umumnya adalah para pedagang dan perantau. Pada umumnya pedagang perantau bersikap ramah, ulet bekerja dan sederhana.
3) Mereka datang sebagai golongan minoritas yang tidak bersenjata.
Faktor tersebut menunjang keberhasilan dan kecepatan pengembangan Islam periode pertama itu. Dengan modal kepribadian tersebut para muballigh Islam itu berdakwah kepada rakyat awam dan kepada para penguasa pemerintahan sekaligus, seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri. Nabi Muhammad SAW mengajarkan agama Islam kepada kaum awam yang lemah, kepada kaum bangsawan kabilah dan kepada raja-raja. Ia mengajarkan agama Islam di mana saja dan kapan saja, tidak terikat oleh formalitas waktu dan tempat tertentu. Materi pelajarannya mula-mula sekali ialah dua kalimat syahadat. Barang siapa sudah bersyahadat berarti di sudah menjadi warga islam. Demikianlah gambaran dari aktivitas mubaligh pertama di indonesia.
Menurut Fachry Ali dan Bachtiar Effendy, Hasbullah (1995: 18), mengatakan bahwa ada tiga faktor utama yang ikut mempercepat proses penyebaran Islam di Indonesia, yaitu:
1) Karena ajaran Islam melaksanakan prinsip ketauhidan dalam sistem ketuhanannya, suatu prinsip yang secara tegas menekankan ajaran untuk mempercayai Tuhan Yang Maha Esa.
2) Karena daya lentur (Fleksibelitas) ajaran Islam, dalam pengertian bahwa ia merupakan kondifikasi nilai-nilai yang universal.
3) Pada gilirannya nanti, Islam oleh masyarakat Indonesia di anggap sebagai suatu institusi yang amat dominan untuk menghadapi dan melawan ekspansi pengaruh barat yang melalui kekuasaan-kekuasaan bangsa Portugis kemudian Belanda, mengobarkan penjajahan dan menyebarkankan agama Kristen.
Antara dominasi Kolonialisme dan penyebaran agama Kristen berjalan seiring, di mana penyebaran agama Kristen tidak semata-mata di maksudkan untuk kepentingan keagamaan, tetapi lebih jauh lagi di maksudkan sebagai alat, untuk mempertahankan status quo, yakni Kolonialisme.



4
Menurut Prof. Mahmud Yunus, Hasbullah (1995: 19), mengatakan bahwa ada yang lebih terinci tentang faktor-faktor mengapa agama Islam dapat tersebar dengan cepat diseluruh Indonesia pada masa permulaan, yaitu:
1) Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah di turut oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saja.
2) Sedikit tugas dan kewajiban Islam.
3) Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur demi sedikit.
4) Penyiaran Islam itu di lakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara sebaik-baiknya.
5) Penyiaran Islam itu di lakukan dengan perkataan yang mudah di pahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah sampai ke galongan atas, yang sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang maksudnya: Berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal mereka.
Itulah faktor-faktor yang menyebabkan mudahnya proses Islamisasi di kepulauan Nusantara, sehingga pada gilirannya nanti menjadi agama utama dan mayoritas di Negeri ini.
Tentang proses pembentukan dan pengembangan masyarakat Islam yang pertama melalui bermacam-macam kontak perkawinan, kontak jual beli dan kontak dakwah langsung, baik secara individual maupun kolektif.
Dari situlah semacam proses pendidikan dan pengajaran Islam, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Materi pelajarannya yang pertama sekali adalah kalimat syahadat. Sebab barang siapa yang sudah bersyahadat berarti seseorang sudah menjadi islam. Dengan demikian kita ketahui bahwa ternyata dalam Islam itu praktis sekali, dan dari sana pula pendidikan beranjak, dari hal-hal yang paling mudah.
Penganjur-penganjur Islam yang mula-mula mengembangkan agama Islam (Pendidikan Islam) adalah dengan cara berangsur-angsur dan mudah, sedikit demi sedikit, pendeknya bila seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat, mengakui rukun Iman yang enam dan rukun Islam yang lima, telah dianggap sebagai seorang muslim.




5
Kemudian setelah itu, barulah diperkenalkan bagaimana cara-cara melaksanakan Shalat lima waktu, diajarkan cara membaca Al-Qur’an dan seterusnya.
Ada dua faktor utama yang menyebabkan Indonesia mudah dikenal oleh bangsa-bangsa lain, khususnya oleh bangsa-bangsa di Timur Tengah dan Timur Jauh sejak dahulu kala, yaitu:
1) Faktor letak geografisnya yang strategis.
2) Faktor kesuburan tanahnya yang mengahasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang di butuhkan oleh bangsa-bangsa lain, misalnya: rempah-rempah.
Oleh karena itulah, maka tidak mengherankan jika masuknya Islam di Indonesia ini terjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahirannya. Harus di bedakan antara datangnya orang Islam yang pertama di Indonesia dengan permulaan penyiaran Islam di Indonesia. Contoh: sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu orang Yahudi menetap dan berdagang di kota-kota besar di Indonesia. Tetapi sampai sekarang tidak pernah ada gerakan penyiaran Islam Yahudi di Indonesia. Sehingga orang menganggap bahwa Yahudi belum masuk ke Indonesia.

B. Kebijakan Pemerintah Belanda dan Indonesia Terhadap Pendidikan Islam
Penaklukan bangsa barat atas dunia timur dimulai dengan jalan perdagangan, kemudian dengan kekuatan militer. Selama zaman panjajahan Barat itu berjalanlah proses westernisasi di Indonesia. Kedatangan bangsa barat memang telah membawa kemajuan teknologi. Tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya, bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah. Begitu pula di dalam bidang pendidikan. Mereka memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka harus mendatangkan tenaga barat.
Menurut Achiavelli, Zuhairini, dkk (1986:146), mengatakan bahwa, Bangsa penjajah pada umumnya:
1) Agama sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah.
2) Agama tersebut dipakai untukl menjinakkan dan menaklukkan rakyat.
3) Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan harus dibawa untuk memecah belahkan dan agar mereka berbuat untuk mencari bantuan kepada pemerintah.


6
4) Janji dengan rakyat tak perlu di tepati jika merugikan
5) Tujuan dapat menghalalkan segala cara.
Pemerintah Belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta, dan dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang bergelar Sultan Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panotogomo.
Pangeran Diponegoro alias Sultan Abd.Hamid Herucokro Amirul Mukminin Sayidin Panotogomo Khallifatullah adalah tokoh politik, militer dan ulama dan dia juga sebagai tokoh utama. Para bantunya terdiri dari para ulama juga antara lain: K.Moh.Bashri, K.Abd.Kadir, K.Moh.Usman, K.Imam Misbah, Syeh H.Ahmad, K.Melangi, dan lain-lain.
Setelah Belanda dapat mengatasi pemberontakan-pemberontakan dari tokoh-tokoh politik dan agama yaitu Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Tengku Cik Di tiro, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin dan lain-lain, maka sejarah kolonialisme di Indonesia mengalami fase yang baru, yaitu Belanda secara politik sudah dapat menguasai Indonnesia. Raja-raja di daerah masih ada, tetapi tidak dapat berkuasa penuh, baik di segi kewilayahannya maupun di bidang kekatanegaraannya. Dengan demikian maka semua kekuasaan baik politik maupun ekonomi dan sosial budaya sudah berada di tangan penjajah. Belanda berkuasa mengatur pendidikan dan kehidupan beragama, sesuai denagn prnsip-prinsip kolonialisme dan kristenisasi.
Sejak dari zaman VOC (Belanda Swasta) kedatangan mereka di Indonesia sudah bermotif ekonomi, Politik dan Agama. Dalam actroi VOC terdapat suatu fasal yang berbunyi sebagai berikut: “Badan ini harus berniaga di indonesia dan bila perlu boleh berperang. Dan harus memperhatikan perbaikan agama kristen dengan mendirikan sekolah.
Ketika Van dan Boss menjadi Gubernur Jendral di Jakarta pada tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai sekolah pemerintah. Departemen yang mengurus pandidikan dan keagamaan dijadikan satu. Dan di tiap daerah karesidenan didirakan satu sekolah agama kristen. (zuhairini,1986:147)
Gubernur Jendral Van den Capellen pada tahun 1819 M mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah Belanda. Dalamsurat edarannya kepada para Bupati tersebut sebagai berikut:



7
“Dianggap penting untuk secepat mungkin mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih mudah untuk dapat mentaati undang-undang dan hukum negara.jiwa dari surat edaran di atas menggambarkan tujuan dari pada didirikannya sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan agama islam yang ada di pondok pesantren, masjid, musalla dan lain sebagainya dianggap tidak membantu pemerintahan belanda.
Politik pemerintah belanda terhadap rakyat indonesia yang mayoritas Islam didasarioleh rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya dan rasa kolonialismenya.
Kebijakan Belanda dalam mengatur jalannya pendidikan dimaksudkan untuk kepentingan mereka sendiri terutama untuk kepentingan kristen. Hal ini dapat dihat ketika van den boos menjadi gubernur jenderal di jakarta pada tahun 1983 dengan mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah-sekolah gereja di anggap dan di perlukan sebagai sekolah pemerintah. Sedang departemen yang mengurus pendidikan dan agama di jadikan satu,sementara di setiap daerah keresidenan didirikan satu sekolah agama kristen.
Belanda mendirikan lembaga pendidikan untuk kalangan pribumi tetapi semua adalah demi kepentingan mereka semata. Pendidikan agama Islam yang berada di pondok pesanten, masjid dan musolla atau yang lainnya di anggap tidak membantu pemerintahan Belanda.
E.Gobee dan C. Andriaanse yang dikutip oleh Abudin Nata di keluarkan kebijaksanaan terhadap Islam di Indonesia berupa;
1) Menurut Prof. Snouch Hurgronje, Finatisme Islam akan luntur sedikit demi sedikit melalui proses pendidikan secara evolusi.
2) Pemerintahan Belanda diharapkan dapat membendung masuknya Pan Islamisme yang sedang berkembang di timur tengah, dengan jalan menghalangi masuknya buku-buku atau brosur lain ke wilayah Indonesia dan mengawasi kontak langsung dan tidak langsung tokoh-tokoh Islam di Indonesia dengan tokoh luar.
Kebijakan yang di terapkan pemerintahan islam sendiri pada jaman pemerintahan kolonial Belanda.
1) Pendidikan Islam sebelum tahun 1900
Secara rumah tangga dan secara surau/langgar atau masjid, pendidikan secara perorangan dan rumah tangga lebih mengutamakan pelajaran praktis seperti ketuhanan,keimanan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ibadah.

8
2) Pendidikan Islam pada masa peralihan
Dalam tahun 1905, pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan para guru agama Islam memiliki ijin khusus untuk mengajar kedudukannya tentang pendidikan islam. Ijin in mengutamakan secara terperinci sifat pendidikan yang dilaksanakan, dan guru agama yang bersangkutan secara periodik kepada kepala daerah yang bersangkutan.
3) Pendidikan Islam sesudah tahun 1909
Dengan tampilnya Budi Utomo dengan isu nasionalismenya pada tahun 1908 yang menyadarkan bangsa Indonesia bahwa perjuangan selama ini hanya mengandalkan kekuatan kedaerahan tanpa adanya persatuan sehingga sulit mencapai kemerdekaan. Pada tahun1926 diadakanlah kongres Islam di Bogor, yang tidak mepersoalkan peraturan 1905 lagi, karena telah diganti dengan peraturan baru, yaitu ordonasi guru tahun 1925.
C. Organisasi dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Di antara perkumpulan dan organisasi Islam tersebut ialah sebagai berikut:
1. Jami’at Khair
Organisasi ini didirikan tanggal 17 juli 1905 di Jakarta. Hal-hal yang menjadi perhatian utama organisasi ini yaitu:
a) Pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar.
b) Pengiriman anak-anak ke Turki untuk melanjutkan studinya.
2. Muhammadiyah
a) Kelahiran Muhammadiyah dan tokoh pendirinya
Muhammadiyah ialah suatu organisasi yang berdasarkan agama Islam, sosial, dan kebangsaan, sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia sebelum perang dunia II dan juga sampai sekarang ini. (Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, 2006: 81)
Organisasi atau perkumpulan ini didirikan di Yoyakarta pada tanggal 8 dzulhijjah 1330 H. Tokoh pendiri Muhammadiyah yaitu K.H.Ahmad Dahlan, waktu mudanya dia bernama Muhammad Darwis, lahir tahun 1285 H atau 1868 M dikampung kauman Yogyakarta.



9
b) Tujuan dan usaha
Pada waktu didirikan, rumusan tujuan Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
 Menyebarkan ajaran Nabi Muhammad SAW, kepada penduduk Yogyakarta dan sekitarnya.
 Memajukan agam Islam kepada anggota-anggotanya.
Setelah Muhammadiyah meluas keluar daerah Yogyakarta, tujuan ini dirumuskan lagi menjadi:
 Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Belanda
 Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang tidak bertentangan dengan agama Islam kepada masyarakat luas.
Dan pada zaman kemerdekaan tujuan rumusan ini menjadi kembali berubah lagi, perubahan itu yaitu untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut diadakan usaha-usaha:
 Mengadakan dakwah
 Memajukan pendidikan dan pengajaran.
 Menghidup suburkan masyarakat tolong menolong.
 Mendirikan dan memeliharaaaa tempat ibadah dan wakaf.
 Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda supaya kelak menjadi orang Islam yang berarti.
 Berusaha kearah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
 Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat.
c) Usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan
1. Dasar dan fungsi lembaga pendidikan
Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah,adalah:
 Tajdid
 Kemasyarakatan
 Aktivitas
 Kreativitas
 Optimisme
10
2. Lembaga pendidikannya berfungsi sebagai berikut:
 Alat dakwah kedalam dan keluar anggota-anggota Muhammadiyah.
 Tempat pembibitan kader, yang dilaksanakan secara sistematis dan selektif, sesuai dengan kebutuhan Muhammadiyah khususnya, dan masyarakat Islam pada umumnya.
 Gerak amal anggota, penyelenggara pendidikan diatur secara berkewajiban terhadap penyelenggaraan dan peningkatan pendidikan itu, dan akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Muhammadiyah.
d) Penyelenggaraan pendidikan
Pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah mempunyai adil, yang sangat besar bagi bangsa dan negara, dan tentu saja menghasilkan keuntungan-keuntungan diantaranya:
1) Menambah kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran Islam.
2) Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah, ide-ide reformasi Islam secara luas disebarkan.
3) Mempromosikan kegunaan ilmu pengetahuan modern. (Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, 2006: 85)
e) Strategi pengembangan pendidikankan
Strategi yang Muhammadiyah pakai yaitu sistem pendidikannya, membawa pengaruh atau efek cukup luas pada perkembangan kehidupan keagamaan di Indonesia, yakni menepis budaya “Paternalistik kiai santri”, melahirkan paham persamaan manusia atau egalitar, serta membawa nuansa baru perkembangan pemikiran Islam diIndonesia.
f) Pesantren Muhammadiyah
Pertama kali K.H. Ahmad Dahlan mencoba mendirikan pesantren yang dinamakan dengan “Pondok Muhammadiyah” pada tahun 1912. Karel A. Steenbrink dalam bukunya pesantren, pimpinan Muhammadiyah di Yogyakarta mencoba membuat pola pendidikan baru yang dinamakan dengan “Pendidikan ulama tarjih”.



11
3. Nahdatul Ulama (NU)
a) Sekitar berdirinya
Nahdatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 H oleh kalangan ulama penganut mazhab yang sering menyebut dirinya sebagai golongan Ahlussunnah Waljama’ah dipelopori oleh K.H.Hasyim Asy’ari dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
b) Tujuan dan usaha NU
Tujuan NU:
1) Menegakkan agama Islam dengan berhaluan pada salah satu empat mazhad Syafi’i, Maliki, Hanafi,dan Hambali.
2) Melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam dalam masyarakat (lebih bersifat politis)
Untuk pencapaian tersebut diadakanlah usaha-usaha antara lain dengan jalan:
1) Menyiarkan agamaa Islam melalui tablig-tablig, kursus-kursus dan penerbitan-penerbitan.
2) Mempertinggi mutu pendidikan dan pengajaran Islam.
c) Penyelenggaraan NU
Berdasarkan hasil rapat kerja ma’arif yang diselenggarakan pada tahun 1978, disebutkan tentang program-program kerja ma’arif, antara lain:
1) Pemantapan sistem pendidikan ma’arif meliputi:
 Tujuan pendidikan ma’arif
 Menumbuhkan jiwa pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak didik sesuai dengan ajaran Ahlussunah Waljama’ah.
 Menanamkan sifat terbuka, watak mandiri, kemampuan bekerja sama dengan pihak lain untuk lebih baik, keterampilan menggunakan ilmu dan teknologi yang kesemuanyanya adalah perwujudan pengabdian diri kepada Allah.
 Menciptakan sikap hidup yang berorientasi kepada kehidupan duniawi dan Ukwarawi sebagai sebuah kesatuan.
 Menanamkan penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai ajaran yang dinamis.

12
 Penataan kembali orientasi pendidikam ma’arif, dari orientasi pencapaian pengetahuan Scholastik yang diakhiri dengan pemberian ijazah keorientasi kemampuan melakukan kerja nyata dibidang kemanusian dan kemasyarakatan.
 Mengaitkan pelajaran agama diseklolah-sekolah ma’arif dengan persoalan-persoalan hukum, lingkungan hidup. Solidaritas sosial, witaswasta, dan sebagainya.
 Mengembangkan watak kultural ke- NU-an
 Secara makro memberikan porsi yang lebih besar terhadap pendidikan non formal.
2) Peningkatan organisasi ma’arif
3) Penyediaan data dan informasi tentang sekolah-sekolah ma’arif
4) Penerbitan
5) Peningkatan mutu guru ma’arif. (Zuhairini, 1986: 36)
4. Al-Irsyad
Al-Irsyad didirikan pada tahun 1983 oleh perhimpunan Al-Irsyad Jakarta dengan pelopornya Ahmad Sukarti Al-Ansari. Tujuan perkumpulan Al-irsyad adalah memajukan pelajaran agama Islam yang murni dikalangan bangsa arab di Indonesia. Disamping bergerak dibidang pendidikan. Al-Irsyad juga bergerak dibidang sosial dan dakwah Islam berdasarkan Al-Qur;’an dan Sunnah Rasul secara murni dan konsekwen.
Dalam bidang pendidikan, al-irsyad mendirikan madrasah:
 Alwaliyah, lama belajar 3 tahun (3 kelas)
 Ibtidaiyah, lama belajar 4 tahun (4 kelas)
 Tajhiziyah, lama belajar 2 tahun (2 kelas)
 Mu’alimin, lama belajar 4 tahun (4kelas)
 Takhasuss, lama belajar 2 tahun (2 kelas)
5. Perserikat Ulama
Perserikatan ulama secara resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh Jawa dan Madura mulai tahun 1924, dan kemudian pada tahun 1937 lebih jauh lagi keseluruh Indonesia. Perserikatan ulama sejak berdirinya juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan Tablig dan serikat tahun 1930 menerbitkan majalah dan brosur sebagai media auntuk menyebarkan cita-citanya.
13
6. Persatuan Islam (Persis)
a) Sekitar berdirinya
Persis didirikan di Bandung pada tanggal 17 september 1923 oleh Kiai K.H. Zamzam. Gagasan pendirian organisasi ini berasal dari pertemuan yang bersifat kenduri yang diadakan secara berkala dirumah salah satu anggota kelompok yang berasal dari tetapi telah lama tinggal di Bandung.
b) Usaha Persis di bidang pendidikan
Kegiatan Persis diantaranya mengadakan pertemuan-pertemuan umum, Tablig, Khotbah, Kelompok Studi, mendirikan sekolah, menyebarkan dan menerbitkan Pamplat, Majalah, serta Kitab.
c) Pesantren Persis
Pesantren Persis didirikan diBandung pada tanggal 1 zulhijjah 1354 H atau bertepatan dengan maret 1936. pesantren itu dipimpin oleh A. Hassan sebagai kepala dan Muhammad Natsir sebagai penasehat dan guru. Tujuan pendirian pesanteren ini adalah mencetak mubalig-mubali yang sanggaup menyiarkan, mengajarkan, membela, dan mempertahankan agama Islam. Dengan demikian diharapkan terbentuknya kader-kader yang mempunyai kemampuan keras untuk melakukan dakwah Islamiyah.
7. Al-Washliyah
Al¬-Jami’atul Washiliyah didirikan di Medan pada tanggal 30 november 1930 bertepatan dengan 9 Rajab 1249 H oleh pelajar-pelajar dan para guru maktab islamiyah tapanuli.
Usaha-usaha yang dilakukannya diantara lain:
 Mengusahakan berlakunya hukum-hukum Islam.
 Memperbanyak tablig, tazkir, dan pengajaran ditengah-tengah umat Islam.
 Menerbitkan kitab-kitab surat kabar, majalah, surat siaran dan mengdakan taman bacaan.
 Membangu perguruan dan mengatur kesempurnaan pelajaran, pendidikan dan kebudayaan.
 Menyantuni fakir miskin dan memelihara dan mendidik anak yatim piatu.
 Menyampaikan seruan Islam kepada orang-orang yang belum beragama Islam


14
 Mendirikan, memelihara, dan memperbaiki tempat ibadah
 Memajukan dan meggembirakan penghidupan dengan jalan yang halal dan lain-lain.( Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, 2006: 97-98)
Jenis-jenis lembaga pendidikan Islam di Indonesia, dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat non formal seperti langgar/ surau/ rangkang, pondok pesntren, dan ada yang bersifat formal seperti madrasah.
1) Lembaga pendidikan islam sebelum kemerdekaan indonesia.
Pendidikan islam mulai bersemi dan berkembang pada awal abad ke 20 M dengan berdirinya madrasah yang bersifat formal.selain dari pada madrasah , juga majalah islamiyah mulai diterbitkan sebagai sarana pendidikan islam untuk masyarakat.
2) Lembaga pendidikan islam sesudah indonesia merdeka.
Setelah indonesia merdeka dan mempunyai departemen agama, maka secara instansional departemen agama diserahi kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan agama islam ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta.yang berstatus negeri misalnya:
 Madrasah ibtidaiyah negeri (tingkat dasar).
 Madrasah tsanawiyah nnegeri (tingkat menengah pertama).
 Madrasah aliyah negeri (tingkat menengah atas),dahulunya berupa sekolah guru danm hakim agama (SGHA) dan pendidikan hakim islam negeri (PHIN).
 Perguruan tinggi agama islam negeri (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN (institut agama islam negeri).

D. Sistem Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
Pada awalnya berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakana secara informal. Seperti telah diterangkan, bahwa agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim. Sambil berdagang mereka menyiarkan agama Islam kepada orang-orang yang mengelilinginya yaitu mereka yang membeli barang-barang dagangannya.


15
Didikan dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan tiru tauladan dengan contoh adab tiru tauladan. Mereka berlaku sopan santun, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil menepati janji serta menghormati adat istiadat anak negeri.
Sistem pendidikan Islam iformil, terutama yang berjalan dalam lingkungan keluarga sudah diakui keampuhannya dalam menanamkan sendi-sendi agama dalam jiwa anak-anak.
Antara pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional indonesia tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hal ini dapat ditelusuri dari dua segi, pertama dari konsep penyusunan sistem pendidikan nasional indonesia itu sendiri, dan yang kedua dari hakekat pendidikan Islam dalam kehidupan beragama kaum Muslimindi Indonesia.
Penyusunan suatu sistem pendidikan nasional harus mementingkan masalah-masalah eksistensi umat manusia pada umumnya dan eksistensi bangsa Indonesia pada khususnya dalam terwujud hubungannya dengan masa lampau, masa kini dan kemungkinan-kemungkinan perkembangan masa depan. Eksistensi bangsa Indonesia terwujud dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945, dimana Indonesia sebagai negara yang merdeka, bersatu dan yang berdaulat penuh.
Dari segi hakekat pendidikan agama Islam, ternyata kegiatan mendidik memang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan agama Islam baik dalam keluarga, masyarakat, lebih-lebih pusat-pusat peribadatan seperti langgar, surau atau masjid yang dikelola oleh seorang petugas yang sekaligus sebagai guru agama.
Sejak Belanda menerapkan politik etis, maka disamping lembaga-lembaga pendidikan Islam, madrasah, pondok pesantren dan lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan, maka mulai muncul lembaga pendidikan yang menyelenggarakan sekolah-sekolah nasional swasta dengan menggunakan sistem sekolah barat yang berorientasi demi kepentingan nasional dan semangat kebangsaan.
Pada waktu kita memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945, kita telah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren, madrasah yang terbesar luas di seluruh Indonesia, sekolah umum yang berdasarkan kebangsaan. lembaga-lembaga pendidikan, khususnya lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan modal dasar dalam menyusun pendidikan nasional Indonesia.


16
Pendidikan Islam di Indonesia adalah merupakan pendidikan nasional, paling tidak harus merupakan satu kesatuan dalam kerangka pendidikan nasional. Pendidikan agama dilaksanakan dalam sistem pendidikan nasional. Kaitan antara pendidikan Islam dengan pendidikan nasional akan semakin nampak dalam rumusan pendidikan nasional hasil rumusan komisi pembaharuan pendidikan nasional, yaitu bahwa pendidikan nasional ialah usaha dasar untuk membangun manusia, Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan mengusahakan perkembangan kehidupan yang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, nilai budaya, pengetahuan, keterampilan, daya estetik, dan jasmaninya, sehingga dia dapat mengembangkan dirinya dan bersama-sama dengan sesama manusia membangun masyarakat serta membudayakan alam sekitarnya.
Rumusan pendidikan nasional seperti tersebut di atas di kukuhkan oleh Tap. MPR No. II/1983 tentang GBHN yang menyatakan bahwa: pendidikan nasional berdasarkan Pancasia, bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Pengembangan dan pembinaan pendidikan agama dilembaga-lembaga pendidikan agama seperti madrasah dan pondok pesantren juga mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, merupakan undang-undang yang mengatur penyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana dikehendaki oleh UUD 1945.
Adanya peluang dan keesempatan untuk berkembangannya pendidikan Islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut, dapat dilihat dari pasal-pasal berikut:
1. Pasal 1 ayat 2, disebutkan: Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.



17
2. Pasal 4 tentang tujuan Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memilki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
3. Pada Pasal 10 menyatakan bahwa pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
4. Pada Pasal 11 ayat 1 disebutkan “Jenis pendidikan yang termaksud jenis pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan propesional”.
5. Pada Pasal 39 ayat 2 dinyatakan: Isi kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.
6. Pada Pasal 47, terutama ayat 2 menyatakan bahwa: Ciri khas satuan penddiikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
Demikianlah kaitan antara pendidikan Islam dan pendidikan nasional yang ternyata tak dapat dipisahkan satu sama lain pendidikan Islam merupakan bagian yang integral dari sistem pendidikan nasional.

E. Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan Belanda
VOC telah mendirikan sekolah pertama sekali di Ambon pada tahun 1607. Tujuan dari didirikannya sekolah ini tidak lepas dari semangat keberagaman orang-orang Belanda yang Protestan berhadapan dengan paham keagamaan katolik yang dianut oleh Portugis.
Tujuan utama mendirikan sekolah-sekolah ini adalah untuk melenyapkan Protestan, Calvinesme (Nasution, 1984: 4)
Dari tujuan diatas berarti jika sekolah-sekolah itu didirikan maka secara otomatis Protestan akan lenyap.



18
Di Jakarta, sekolah pertama yang didirikan pada tahun 1617, tahun 1636 sudah menjadi 3 sekolah. Tujuan sekolah ini didirikan untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten pada VOC. Perkembangan pendidikan mulai merosot pada pertengahan abad ke 18. sewaktu tanah jajahan dikembalikan kepada Belanda pada tahun 1816, pendidikan berada dalam keadaaan yang menyedihkan ditandai dengan tidak adanya satu sekolah pun diluar Jawa.
1) Pesantren dan sejenisnya dari segi sistem, metode dan materi berbeda dengan lembaga pendidikan sekolah yang diasuh oleh pemerintahan Belanda. Dalam abad ke-19 khusus pada permulaan abad itu pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan sebuah pengajian Al-Quran hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada masa ini pemerintah kolonial membuka lembaga pendidikan sendiri yang sama sekali tidak berhubungan dengan sistem pendidikan Islam. (Steenbrink,1983;158).
2) Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, kelihatannya memang pernah ada juga perhatian kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam, misalnya, Gubernur Jenderal Van Der Capellen pada tahun 1819 menginstruksikan kepada para Presiden agar menyelidiki kemungkinan-kemungkinan untuk memperbaiki pendidikan pribumi.
Perlakuan yang di lakukan terhadap kolonial Belanda adalah sikap nonkoperatif dan kontradidiktif, sampai-sampai uang yang diterima dari pemerintah Belanda sebagai gaji dinilai sebagai uang haram. Dalam bidang pendidikan ini suatu hal yang di rasakan umat Islam sangat diskriminatif adalah ordonasi guru tahun 1905. ordonasi ini adalah mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh izin terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugasnya sebagai guru agama. Pada awal abad ke-20 Indonesia telah di masuki oleh ide-ide itu juga memasuki dunia pendidikan.
Jenis lembaga pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda pada awal dan pertengahan abad ke-20 adalah;
1) Lembaga pendidikan pesantren yang masih berpegang secara utuh kepada budaya dan tradisi pesantren yakni mengajarkan kitab-kitab klasik semata-mata.
2) Lembaga pendidikan sekolah-sekolah Islam di lembaga ini di samping mengajarkan ilmu-ilmu umum sebagai materi pokok-pokoknya juga mengajarkan ilmu-ilmu agama.


19
3) Lembaga pendidikan madrasah lembaga ini adalah mencoba mengadopsi sistem pesantren dan sekolah, dengan menampilkan sistem baru. Ada unsur-unsur yang di ambil dari sekolah.(haidar putra daulay.2007;36).
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.
F. Sikap Belanda Terhadap Pendidikan Islam Serta Pengaruhnya Pendidikan Islam Masuk di Indonesia
Sikap Belanda terhadap pendidikan setidaknya dapat dikategorikan kedalam empat hal, yaitu:
 Pendidikan diselenggarakan dengan tujuan untuk kemajuan dan kemampuan yang berkualitas bagi orang-orang Belanda.
 Pendidikan diselenggarakan dengan maksud untuk menghasilkan tenaga-tenaga atau pekerja yang murah untuk membantu kepentingan Belanda.
 Pendidikan diselenggarakan dengan tujuan menanamkan misi Kristen dan mengkristenkan orang-orang pribumi.
 Pendidikan diselenggarakan dengan maksud untuk memelihara dan mempertahankan perbedaan sosial.
Bangsa penjajahan Belanda telah melakukan diskriminasi terhadap bangsa pribumi, baik secara sosial, ras, politik maupun agama.
Pemerintah Belanda juga menanamkan dualisme dalam pendidikan. Dengan membedakan sekolah untuk anak Belanda dan untuk anak pribumi. Belanda juga menerapkan pengawasan dan kontrol yang sangat ketat dan kaku kontrol yang ketat ini dijadikan alat politik untuk menghambat dan bahkan mengahalang-halangi pelaksanaan pendidikan Islam. Pemerintah juga menerapkan prinsip konkordansi, yakni suatu prinsip yang memaksa sekolah berorientasi barat dan menghalangi dalam penyesuaian pendidikan dengan kondisi di Indonesia.

20
Pendidikan di suatu negara sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor budaya, ilmu pengetahuan, corak masyarakat agraris, industri dan informasi, faktor politik dan pengaruh globalisasi. Pada zaman Belanda pendidikan sangat dipengaruhi oleh faktor politik yang ditentukan oleh kebijakan penguasa yaitu Belanda baik semasa VOC maupun pemerintahan Hindia Belanda.
Belanda menciptakan suasana dimana antara mayarakat satu pihak dan kaum bangsawan dan kaum adat dipihak lain diusahakan agar terjadinya komplik. (Departemen Agama, 1992: 86)
Ternyata usaha tersebut berhasil mempengaruhi jiwa sebagian kaum adat dan bangsawan yang gila dengan kemawaahan yang berlimpah-limpah, dan mereka mencoba menghalang-halangi kegiatan umat Islam dibidang pendidikan dakwah dan kegiatan keagamaan, seperti shalat berjamaah, shalat hari raya bersama-sama dan lain sebagainya.
Masuknya agama Islam di Indonesia memberikan pengaruh yang mengakibatkan munculnya kelompok baru yang disebut ulama santri, yang kemudian oleh penguasa asing ingin dijauhkan dari pengaruh politik.


















21
BAB III
PENUTUP


A. kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke 7 M/1 H. dibawa oleh pedagang dan muballigh dari negeri Arab. Daerah yang pertama di masuki adalah pantai barat pulau Sumatera yaitu di daerah Baros, tempat kelahiran ulama besar bernama Hamzah Fansyuri. Adapun kerajaaan Islam yang pertama ialah di pase (Pasai).
Bangsa Belanda pertama kali datang ke indonesia pada mulanya adalah untuk berdagang rempah-rempah langsung dari daerah asalnya, sehingga lebih murah untuk kemudian dijual dieropa dengan harga yang lebih tinggi, akan tetapi melihat kekayaan yang berlimpah timbul hastrat belanda yang memonopoli perdagangan, menguasai wilayah dan menanamkan serta menyebarkan misi, yaitu agam kristen.
pendidikan yang diselenggarakan oleh bangsa belanda mempunyai tujuan untuk kemauan dan perbaikan kualitas orang belanda, mencetak pegawai/pekerja rendahan dengan imbalan murah mengadakan kristenisasi, mempertahankan p[erbedaan sosial.
pendidikan islam mendapatkan hambatan dan rintangan dari belanda, tetapi kemajuan islam dan pendidikan islam tidak dapat dibendung, bahkan banyakmpengalaman-pengalaman berharga dimana umat islam belajar dari padanya. Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada zaman kolonial belanda tidak mendapat rintangan.hal ini ditandai dengan bermunculanya lembaga-lembaga pendidikan dan berbagai organisasi-organisasi, yang semuanya berjalan dengan lancar walaupun terlihat abiturienya tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau kesadaran dari pihak islam telah timbul untuk tidak bekerja pada belanda yang telah menjadi perintang kemajuan bangsa. Kenyataan seperti ini sayang msih berlaku sampai sekarang sehingga orang-orang islam kurang berperan dalam pemerintahan. Hal ini tentu penyebabnya adalah melemahnya kekuatan politik islam walaupun islam di indonesia mencapai jumlah yang sangat banyak. Kebijakan yang dikeluarkan Belanda telah mewarnai pola pendidikan diINdonesia sampai saat ini.



22
B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentu saja masih banyak kekurangan didalamnya, baik itu dari segi materi maupun bahan referensi. Untuk itu penulis mengharapkan saran yang sifatnya membangun, agar dalam penulisan makalah selanjutnya akan lebih baik.




























23
DAFTAR PUSTAKA


Abuddin Nata. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa

Ahmad Mansyur Suryanegara.1995. Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan Anggota IKAPI

Badri yatim.1993. Sejarah Peradaban Islam Dinrasah Islamiyah II. Jakarta. PT. Raja Grafindo persada

Departemen Agama RI. 1993. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

Enung K.Ruwati dan Fenti Hikmawati. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV. Pusraka Setia

Hasbullah. 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Haidar Putra Daulay. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Samsul Nizar. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Suwendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Gaja Grafindo Persada

Zuhairini, dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Departemen Agama RI
www.goglee.com. Rohidin Wahab. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Alfabeta








24

makalah na'rifat

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat jasmani dan Rohani yang talah memberikan nikmat akal sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan (Jahiliyah) menuju ke zaman yang terang benderang yang diterangi dengan iman dan islam.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf, Bambang SR. M. Ag yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk membahas tentang “MA’RIFAT” dan terima kasih pula kepada teman-teman dan pihak-pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini .
Saya sadari bahwa makalah yang saya susun ini bukanlah merupakan makalah yang sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini.




Pontianak, 27 Januari 2010


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sebagaimana yang kita ketahui banyak jalan untuk mencapai ma’rifat, diantaranya adalah Takhalli, Tahalli dan Tajalli sehingga seorang sufi mahabbah (kecintaan dengan Allah), yang tujuannya untuk mencapai ma’rifatullah. ssangat
Pada makalah ini saya akan membahas tentang ma,rifat yang menjadi puncaknya ilmu tasawuf pada golongan sufi. Banyak kaum sufi ingin menggapainya, bahkan kaum awam juga mempunyai keinginan mencapai ma’rifat.
Jika seseorang sudah mencapai ma’rifat, maka orang tersebut tidak ada batas untuk untuk mengenal sang Kholiknya.
B. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas yaitu:
a. Pengertian ma’rifat
b. Tujuan ma’rifat
c. Kedudukan ma’rifat
d. Alat untuk ma’rifat
e. Tokoh yang mengembangkan ma’rifat
f. Ma’rifat dalam pandangan Al-Qur’an dan Hadits



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Dari segi bahasa ma’rifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Sedangkan menurut ulama Tasawuf, antara lain:
a. Dr. Mustafa Zahri mengatakan “Ma’rifat adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaan-Nya”
b. Asy-Syeh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengatakan “Ma’rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (pada sufi)… dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Illahi….”
c. Imam Al-Qusyairy mengatakan “Ma’rifat membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barangsiapa yang meningkatkan ma’rifatnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya)
Jadi dapat disimpulkan bahwa ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari.
B. Tujuan Ma’rifat
Tujuan yang ingin dicapai oleh ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan. Rahasia-rahasia Tuhan disini merupakan kebesaran Tuhan, keagungan Tuhan.
C. Kedudukan Ma’rifat
Sebagai halnya mahabbah, ma’rifat ini terkadang dipandang sebagai maqam dan terkadang dianggap sebagai hal. Dalam literature Barat, Ma’rifat dikenal dengan istilah gnois. Dalam pandangan Al-Junaid (w. 381 H), Ma’rifat dianggap sebagai hal, sedangkan dalam Risalah Al-Qusyairiyah, Ma’rifat dianggap sebagai maqam. Sementara itu Al-Ghazali dalam kitabnya Ilya’ Ulum Al-Din memandang Ma’rifat datang sebelum mahabbah. Adapula yang mengatakan bahwa Ma’rifah dan mahabbah merupakan kembar dua yang selalu disebut berbarengan. Dengan kata lain mahabbah dan Ma’rifat menggambarkan dua aspek dari hubungan rapat yang ada antara seorang sufi dengan Tuhan.
D. Alat untuk Ma’rifat
Alat yang dapat digunakan untuk ma’rifat telah ada dalam diri manusia, yaitu qalb (hati), namun artinya tidak sama dengan heart dalam bahasa Inggris, karena qalb selain dari alat untuk merasa, qalb bisa juga untuk berpikir. Bedanya qalb dengan akal ialah bahwa akal tidak bisa memperoleh ilmu pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, sedangkan qalb bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan.
E. Tokoh yang Mengembangkan Ma’rifat
Dalam literature tasawuf dijumpai dua orang tokoh yang mengenal paham Ma’rifat ini, yaitu Al-Ghazali dan Zun Al-Nun Al-Misri.



 Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, ia lahir pada tahun 1059 M. di Ghazaleh, suatu kota kecil terletak didekat Tus di Khurasan. Ia pernah belajar pada Imam Al-Nizamiah Nisyafur.
Ia menjelaskan bahwa orang yang mempunyai Ma’rifah tentang Tuhan, yaitu arif, tidak akan mengatakan ya Allah atau ya Rabb, karena memanggil Tuhan dengan kata-kata serupa ini menyatakan bahwa tuhan dibelakang tabir. Menurut Al-Ghazali Ma’rifah urutannya terlebih dahulu daripada mahabbah, karena mahabbah timbul dari Ma’rifah.
 Zun Al-Misri
berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak diantara Sudan dan Mesir. Tahun kelahirannya tidak banyak yang mengetahui, yang diketahui hanya tahun wafatnya, yaitu 860 M.
menurutnya Ma’rifat hanya terdapat pada kaum sufi yang sanggup melihat Tuhan dengan hati sanubari mereka. Baginya Ma’rifat tidak diperbolehkan begitu saja, tetapi melalui pemberian Tuhan. Ma’rifah bukanlah hasil pemikiran manusia, tetapi tergantung pada kehendak dan rahmat Tuhan.
F. Ma’rifat dalam Pandangan Al-Qur’an
Uraian di atas telah menginformasikan bahwa Ma’rifat adalah pengetahuan tentang rahasia-rahasia dari Allah yang diberikan kepada hamba-Nya melalui pancaran cahaya-Nya yang dimasukkan Allah ke dalam hati seorang sufi. Dengan demikian ma’rifat berhubungan dengan Nur (cahaya Tuhan). Di dalam Al-Qur’an, banyak dijumpai kata Nur diulang dan sebagian besar dihubungkan dengan Tuhan. Misalnya ayat yang berbunyi,
                                   
Artinya: atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila Dia mengeluarkan tangannya, Tiadalah Dia dapat melihatnya, (dan) Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah Tiadalah Dia mempunyai cahaya sedikitpun. (Q.S An-Nur: 40)

                      
Artinya: Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ma,rifar berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Menurut istilah ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari.
Tujuan yang ingin dicapai oleh ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan. Alat yang dapat digunakan untuk ma’rifat telah ada dalam diri manusia, yaitu qalb (hati).
Dalam literature tasawuf dijumpai dua orang tokoh yang mengenal paham Ma’rifat ini, yaitu Al-Ghazali dan Zun Al-Nun Al-Misri.
B. Saran
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/i semester tiga pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang tasawuf supaya kita lebih memahami tasawuf yang pada makalah ini dititik beratkan pada Ma’rifat.






DAFTAR PUSTAKA

IAIN Sumatera Utara. 1983. Pengantar Ilmu Tasawuf. Sumatera Utara
Harun Nasution. 1983. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
http://syamalifasa.wordpress.com/15/01/2010/tasawuf
http://fadilhafiz.multiply.com/25/01/2010reviews/item
Lihat Muhammad Fu’ad Al-Bago. 1987. Al-Mu’jam Al-Mufahras li Afadz Al-Qur’an Al-Karim. Be irut: Dar Al-Fikr

sejarah umar bin khattab

MAKALAH
SEJARAH PERADABAN ISLAM
“ Peradaban Islam Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab”


Dosen Pengampu: Arief Sukino, M.Ag
Di susun oleh:
Abdul rozi

Kelas/Semester: A / III





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONTIANAK
2009


KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmatnya lah penulis dapat menyelasaikan makalah ini tanpa hambatan. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah limpahan kepada Rasulullah SAW.
Makalah ini sengaja dibuat sebagai tugas mata kuliah SEJARAH PERADABAN ISLAM, Terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Dosen Pengampu Ibu Nelly dan kedua orang tua kami serta teman-teman yang telah ikut mensukseskan pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
kami yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis sangat meminta kepada para pembaca, apabila ada kritik dan saran penulis sangat menerima aspirasinya dari para pembaca.






Pontianak, November 2009


Penyusun
















i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………. ii
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………… 3
A. Hal-hal Yang Dicapai Dalam Kekhalifahan…………………… 3
B. Pengangkatan Umar bin Khattab Sebagai Khalifah …………. . 3
C. Prestasi-prestasi yang dicapai oleh umar bin khattab………... . 3
1. prestasi kenegaraan yang dicapau umar………………….. 3
2. prestasi ibadah……………………………………………. 5
3. prestasi dalam hubungan dengan non muslim……………. 6
4. prestasi dibidang kemiliteran…………………………….. 6
5. prestasi dalam meningkatkan administrasi negara……….. 7
BAB III : PENUTUP…………………………………………………….... 9
A .Kesimpulan……………………………………………………. 9
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 10















ii
BAB I
PENDAHULUAN

Ia adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Izzah bin Ka’ab bin Luay bin Fihr. Ia adalah orang Quraisy dari Bani ‘Adi. Waktu itu kabilah bertanggung jawab terhadap urusan diplomasi/kedutaan pada masa Jahiliyyah, sementara ia sendiri bertanggung jawab terhadap kedutaan dalam kabilahnya. Tatkala terjadi perselisihan di antara kabilah, dialah yang berusaha melerai dan mendamaikan. Hal ini menunjukkan kecerdasan akal, keadilannya, kebijaksanaannya, dan kemampuannya.
Meskipun ia memiliki keturunan, nasab, dan kedudukan mulia dalam keluarga, tapi pada masa Jahiliyyah ia sering meminum khamr dan mengubur hidup-hidup anak perempuan.
Telah disebutkan dalam sebuah cerita aneh bahwa ia pernah membuat berhala dari kurma dan menjadikannya sebagai sesembahannya. Ketika ia merasa lapar, ia pun memakannya. Ketika berhala itun telah masuk ke dalam perutnya, ia merasa malu, bahkan, ia lebih merasa malu ketika ia mengeluarkannya.
Tatkala menjadi Khalifah, ada seorang pemuda dan mendatanginya dan bertanya, “Wahai Amirul Mukminin! Bukankah engkau pernah berbuat demikian. Apakah engkau tidak tidak memiliki akal?” dia lantas menjawab, “ Wahai anakku, ketika itu kami memiliki akal, tetapi kami tidak memiliki hidayah.”
Permasalahannya bukanlah lantaran berakal atau tidak berakal saja. Akan tetapi, harus ada hidayah dari Rabb semesta alam. Sebab, betapa banyak diantara para pemikir dalam bidang filsafat dan selainnya yang tersesat, padahal mereka memiliki akal. Akan tetapi, mereka tidak memohon hidayah kepada Allah SWT. Umar tidak menjadi apa-apa kecuali dengan Islam. Islamlah yang telah memancarkan kekuatan Umar serta meletakkannya dalam bingkai-bingkainya yang benar.
Umar ra, dilahirkan sesudah tahun gajah, selisih tiga belas tahun. Ini berarta dia lebih muda dari Nabi SAW selisih tiga belas tahun. Tatkala Nabi SAW diutus, usia Umar mencapai dua puluh tujuh tahun. Kemudian ia masuk Islam setelah enam ttahun dari diutusnya Nabi SAW.


1
Ia diangkat menjadi Khalifah kaum Muslimin pada usia 52 tahun dan menjabat Khalifah selama sepuluh tahun. Saat meninggal, usianya hampir sama dengan Nabi SAW ketika wafat (62 tahun-penrj). Ia dikubur didekat makam Nabi SAW dan makam Nabi SAW dan makam Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Ayahnya hidup dan meninggal tanpa ada seorang pun yang mengisahkannya. Sebab, ayahnya tidak termaksud dari orang-orang yang memiliki kekuasaan. Ibunya bernama Hamtamah binti Hasyim dari Bani Makhzum. Diantara kerabatnya yang paling menonjol ialah Al-Walid bin Mughirah, ayah Khalid bin Walid, dan ‘Amru bin Hisyam bin Abu Jahal.
Pada masa Jahiliyyah, ia menikahi banyak wanita dan memiliki anak yang paling banyak pula, dan sebagian besar dari istrinya tersebut meninggal. Akan tetapi, di antara anak-anaknya yang menonjol adalah Abdullah bin Umar ra dan Ummul Mukminin Hafshah ra. Sedangkan anak-anaknya yang lain adalah Fathimah, ‘Ashim, Abdurrahman Al-Akbar, Abdurrahman Al-Ausath, dan Abdurrahman Al-Ashghar.
Diantara para istrinya yang Masyhur, yang ia nikahi setelah diangkat menjadi Khalifah ialah Ummu Kulsum putri Ali bin Abi Thalib ra dan Fathimah Az-Zahra ra, yang bersaudara dengan Hasan dan Husain, cucu Nabi SAW ketika itu usianya telah mencapai 52 tahun.
Umar bin Khattab memiliki tiga julukan. Dua diantaranya diberikan oleh Nabi SAW, yaitu Hafsh dan Al-Faruq. Sedangkan yang ketiga adalah Amirul Mukminin.

















2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hal-hal Yang Dicapai Dalam Kekhalifahan
Kekhalifahan Umar ra berlangsung selama 10 tahun, 6 bulan, 4 hari. Dia menjalankan kekhalifahan dengan mencapai banyak kemajuan. Masa kekhalifahannya sesudahnya. lama menjadi salah satu kesempatan beginya untuk mencapai hasil yang jauh lebih besar.
B. Pengangkatan Umar bin Khattab Sebagai Khalifah
Tatkala merasa ajalnya semakin dekat, Abu Bakar ra memusyawarahkan siapakah yang diangkat sebagai Khalifah bagi kaum Muslimin sesudahnya. Al-Faruq adalah orang yang paling dekat dengan Abu Bakar. Dialah orang kedua sesudah Ash-Shiddiq. Ketika Abu Bakar wafat, diangkatlah Umar bin Khattab sebagai Khalifah sesudahnya.
C. Prestasi-prestasi yang Dicapai Oleh Umar bin Khattab
1. Prestasi Kenegaraan Yang DicapaI Umar
a) Prestasi yang diraih dalm bidang politik secara umum
Al-Faruq adalah seorang pertama yang digelari dengan sebutan Amirul Mukminin dari para Khalifah. Setelah Abu Bakar dijuluki dengan Khalifah Rasullulah SAW, manusia kebingungan mengenai julukan untuk Umar. Apakah mereka hendak menjulukinya dengan Khalifah-khalifah Rasullulah SAW.
Pada saat itu, datanglah Ahmad bin Qais bersama para utusan Irak yang hendak menemui Amirul Mukminin. Mereka berkata kepada Amru bin Ash, “Mintakanlah kami izin untuk menemui Amirul Mukminin.” Amru lantas berkata, “Siapa?” mereka menjawab, “Amirul Mukminin! Bukankah Umar adalah pemimpin kami.” Amru menjawab, “ya.” Mereka memastikan lagi, “Bukankah kami adalah kaum Mukmin?” Amru lagi-lagii menjawab, “Ya.” Mereka lalu berkata, “Maka, ia adalah Amirul Mukminin.”


3
b) Penanggalan Hijriyah
Ditengah-tengah masa kekhalifahan Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra, surat-surat yang sampai kepadanya tampa tanggal. Kemudian ia ingin mengatur tulisan-tulisan tersebut untuk dibalas dan hal itu jelas harus mengetahui tanggalnya. Dia merasa bahwa hal itu membutuhkan penggunaan kalender tertentu.
Akhirnya memilih waktu Hijrah sebagai awal penanggalan. Hal ini mnunjukkan betapa jauhnya pandangan terhadap hal itu karena ia melihat bahwa tanggal tersebut merupakan pemulaan pendirian Negara Islam.
c) Yang pertama kali berkeliling pada waktu malam sendirian
Umar bin Khattab ra adalah pemimpin pertama di dalam sejarah manusia yang berjalan sehari-hari pada waktu malam dan berkeliling diantara rumah-rumah masyarakat unutk menghetahui keadaan mereka dari dekat.
d) Muktamar tahunan bagi para panglima dan para pemimpin untuk mengintrospeksi mereka dan mendengarkan pendapat mereka.
Umar ra selalu mengumpulkan segenap pemimpin, panglima, dan siapa saja yang memegang tanggung jawab setiap tahun di Mina pada musim Haji.
e) Dirrah milik Umar!
Umar ra adalah orang yang pertama kali menggunakan dirrah, taitu tongkat kecil yang ia pergunakan untuk memberi pelajaraan. Ia berjalan sambil memegang dirrah dan jika ia melihat sebuah penyimpangan yang dilakukan oleh salah seorang, maka ia akan menghukumnya dengan dirrah tersebut.
f) Penentuan tapal batas
Umar ra adalah orang yang pertama kali membuat perbatasan negeri-negeri. Pada masa kekhalifahannya, telah dibuat perbatasan kota Kufah. Dialah yang telah memerintahkan untuk dijadikan Masjid berada di pusat kota. Dia juga telah membuat perbatasan kota Basrah dan Fushthath.



4
g) Membentang jalan
Al-Faruq adalah orang yang pertama kali membentangkan jalan dan menghilangkan tikungan tajam dan lobang yang cukup besar. Dialah yang mengatakan kalimat yang Masyhur, “sekiranya seekor keledai tergelincir di Iraq, niscaya aku akan ditanya Allah SWT tentang pertanggungjawabannya.”
2. Prestasi ibadah
a) Shalat Tarawih
Dalam masalah ibadah, Umar ra adalah orang yang pertama kali mengumpulkan manusia untuk menggerjakan Shalat Tarawih. Setelah Nabi SAW wafat, Shalat itu tetap tidak diwajibkan hingga Umar berinisiatif untuk mengumpulkann mannusia kembali.
b) Shalat Jenazah
Telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW melaksanakan Shalat Jenazah dengan empat kali takbir, lima kali takbir, dan juga pernah mengerjakan dengan enam kali takbir. Akan tetapi, beliau lebih sering mengerjakan shalat jenazah dengan empat kali gtakbir. Umar ra kemudian menyatukan manusia dengan menetapkan empat kali takbir pada shalat jenazah.
c) Perluasan masjid nabawi
Suatu ketika Umar bin Khattab hendak memperluas Masjid Nabawi. Dia kemudian hendak menggabungkan rumah Abbas, paman Nabi SAW, dengan masjid untuk memperluas masjid tersebut. Akan tetapi Abbas menolak menyerahkan rumahnya untuk diigabungkan dengan masjid. Lantas, keduanya mengajukan perkara tersebut kepada Ali bin Abi Thalib yang ketika itu menjabat sebagai hakim. Kemudian Ali membenarkan tindakan Abbas sebab Islam menghormati kepemilikan individu. Tatkala sang hakim telah membenarkannya, Abbas berkata, “ Sekarang aku serahkan rumahku untukmu. Hanyasanya aku lakukan hal ini untuk mengagungkan kehormatan kaum Muslimin.”
d) Yang pertama kali memberikan hadiah kepada penghafal Al-Qur’an.



5
e) Yang pertama kali mengundurkan makam Nabi Ibrahim. Yaitu tempat di mana Nabi Ibrahim as berdiri untuk membangun Ka’bah. Pada awalnya Maqam tersebut menempel pada ka’bah. Akibatnya, jika kaum Muslimin hendak melakukkan Thawaf, mereka menjauh dari Ka’bah. Kemudian Umar berinisatif membuat jarak sedikit sehingga orang-orang dapat mnelaksanakan Thawaf dan memudahkan mereka.
f) Membatasi musyawarah dengan jumlah anggota tertentu.
3. Prestasi dalam hubungan dengan non muslim
a) Mengusir Yahudi dari Jazirah Arab
Keberdaan orang-orang Yahudi di Jazirah Arab adalah kerugian besar atas kaum Muslimin.
b) Kewajiban membayar jizyah atas ahlul kitab sesuai dengan kemampuan pendapatan pribadinya. Dengan demikian, pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra, jizyah orang fakir berbeda dengan jizyah orang kaya.
c) Menggugurkan kewajiban membayar jizyah bagi ahlul kitab yang fakir dan yang lemah. Umar pernah melihat seorang yahudi di madinah yang pernah meminta-minta. Tatkala Umar bertanya mengenai sebab orang tersebut melakukan hal itu, maka dijawab, “Untuk membayar jizyah.” Umar kemudian berkata, “Demi Allah, kalau begitu berarti kami tidak mengasihimu. Kami mengambil jizyah dari kalian saat kalian masih muda dan sudah tua,” akhirnya Umar mengembalikan uang jizyah tersebut kepadanya dan mengeluarkan perintah kepada para pemimpin negeri untuk mengembalikan jizyah yang telah diambil dari orang-orang yang lemah dari ahlul kitab.
d) Mengucurkan bantuan dari Baitul Mal untuk orang-orang ahli kitab yang lemah.
4. Prestasi dibidang Kemiliteran
a) Umar bin Khattab ra adalah orang yang pertama kali mendirikan kamp-kamp militer yang permanen.
b) Dialah yang pertama kali memerintahkan wajib militer.



6
c) Dialah yang pertama kali mendirikan pos militer didaerah perbatasan.
d) Dialah yang pertama kali membatasi waktu seorang suami yang pergi berjihad untuk boleh meninggalkannya istrinya. Umar menetapkan tidak meninggalkan rumahnhya melebihi 4 bulan.
e) Dialah yang pertama kali membuat kekuatan cadangan yang terkoordinasi dan mengumpulakan 30.000 kuda untuk kekuatan tersebut.
f) Dialah yang pertama kali memerintahkan panglima untuk menyerahkan laporan hal-hal yang terperinci tentang prajurit. Dia mengirimkan sebuah surat kepada Sa’ad bin Abi Waqash yang isinya, “Tulislah kepadaku dan seakan-akan aku melihatmu. Tulislah kepadaku tentang keadaanmu dan para budakmu. Tulislah kepadaku tentang ibadahnya para prajuritmu.”
g) Dialah yang pertama kali membuat buku khusus para tentara untuk mendaftar nama-nama dan gaji mereka.
h) Dialah yang pertama kali menentukan gaji tetap bagi para tentara.
i) Dialah yang pertama kali mengkhususkan para dokter, para penerjemah, dan para penasihat untuk menyertai pasukan.
j) Dialah yang pertama kali membentuk departemen perbekalan (logilistik).
5. Prestasi dalam meningkatkan Administrasi Negara
a) Orang yang pertama mendirikan berbagai departemen.
b) Orang yang pertama membuat departemen logilistik.
c) Orang yang pertama membuat kementerian wakaf.
d) Orang yang pertama mewajibkan para pekerja dan pejabat untuk melaporkan harta benda.
e) Orang yang pertama yang membuat sebuah rumah untuk penyimpanan harta kaum Muslimin (Perbendaharaan Negara).
f) Orang pertama yang membuat pecahan uang dirham dan menetukan timbangannya.
g) Orang yang pertama mengambil zakat kuda.
h) Orang pertama mewajibkan pengeluaran harta bagi suatu bangsa.




7
i) Orang yang pertama yang menentukan nafkah anak jalanan diambil dari Baitul Mal.
j) Orang yang pertama mengukur tanah dan membatasi jaraknya.
k) Orang yang pertama-tama membagi-bagi makanan diberbagai negeri.
l) Orang yang pertama yang membuat sebuah rumah untuk tamu guna menyambut para utusan.
m) Orang yang pertama mendirikan tempat peristirahatan diantara negeri-negeri dan dijalan-jalan.
n) Orang yang pertama menghutangkan uang dari Baitul Mal kepada siapa saja yang ingin berdagang.
o) Orang pertama yang membasmi penimbunan makanan.
p) Orang yang pertama yang membuat tempat yang berlindung untuk menggembala unta dan lembu.






























8
BAB III
PENUTUP


Pada masa Umar bin Khattab telah terjadi penaklukkan seluruh kawasan Iraq, Syam, Al-Quds, lalu masuk Masjid Aqsha, Mesir dan Azerbaijan. Semua ini terjadi dalam kurun waktu 10 tahum 6 bulan 4 hari.
Seorang yang digelar dengan Amirul Mukminin yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, dia banyak sekali mempunyai prestasi-prestasi pada waktu dia menjadi Khalifah, dialah yang menjadi orang pertama mencapai prestasi:
1. Prestasi kenegaraan yang dicapai Umar
2. Prestasi ibadah
3. Prestasi dalam hubungan dengan non muslim
4. Prestasi dibidang kemiliteran
5. Prestasi dalam meningkatkan administrasi negara


















9
DAFTAR PUSTAKA

Abbas Mahmoud Al-Akkad. 1978. Kecemerlangan Khalifah Umar bun Khattab. Jakarta: Bulan Bintang
Amru Khalid. 2007. Jejak Para Khalifah. Solo: PT. Aqwam Media Profetika

sejarah pendidikan islam pada masa al-makmun

MAKALAH
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MAKMUN
DOSEN PENGAMPU:
ARIEF SUKINO
DISUSUN OLEH:
ABDUL ROZI (1081109677)




SEMESTER/ KELAS: III/ A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONTIANAK
2010


KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat jasmani dan Rohani yang talah memberikan nikmat akal sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan (Jahiliyah) menuju ke zaman yang terang benderang yang diterangi dengan iman dan islam.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam, Arief sukino yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk membahas tentang “Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Al-Makmun” dan terima kasih pula kepada teman-teman dan pihak-pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini .
Saya sadari bahwa makalah yang saya susun ini bukanlah merupakan makalah yang sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini.




Pontianak, 22 Januari 2010


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I
PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4
B. PERUMUSAN MASALAH 5
BAB II
PEMBAHASAN 6
A. Biografi Al-Makmun 6
B. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MA’MUN 8
C. KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MA’MUN 9
D. PENGARUH PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKUL-TURAL ZAMAN AL-MA’MUN 12
E. TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN MULTIKULTURAL ZAMAZ AL-MA’MUN 13



BAB III
PENUTUP 15
A. KESIMPULAN 15
B. SARAN 16
DAFTAR PUSTAKA
















SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MA’MUN
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW, periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yang ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Dalam makalah ini akan dibahas Sejarah Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah dan timbulnya madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
Pembahasan pada masa ini merupakan rangkaian pembahasan Sejarah Pendidikan Islam, Karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah seperti halnya Sejarah Pendidikan Islam selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya yang saling berhubungan yang mengakibatkan terjadinya rentetan peristiwa serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.
Semoga dengan makalah ini pembaca dapat menambah pengetahuan tentang peristiwa sejarah khususnya Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Al-Ma’mun.

B. PERUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dibahas adalah seputar pengertian sejarah, pengertian pendidikan, pengertian Islam, pengertian Sejarah Pendidikan Islam dan Sejarah pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun serta sedikit menyinggung tentang peradaban Islam.







BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Makmun
Abdullah Al-Makmun dilahirkan pada tanggal 15 Rabi'ul Awal 170 H / 786 M, bertepatan dengan wafat kakeknya Musa Al-Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun Al-Rasyid. Al-Makmun temasuk putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun ia dididik agama dan membaca Al-Qur'an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama Kasai Nahvi dan Yazidi.
Untuk belajar Hadits, Harun Al-Rasyid menyerahkan kedua puteranya Al-Makmun dan Al-Amin kepada Imam Malik di Madinah. Kedua putranya itu belajar kitab Al-Muwattha, karangan Imam yang sangat singkat, Al-Makmun telah menguasai Ilmu-ilmu kesusateraan, tata Negara, hokum, hadits, falsafah, astronomi, dan berbagai ilmu pengetahuaan lainnya. Ia hafal Al-Qur'an begitu juga menafsirkannya.
Al-Makmun menjadi khalifah setelah saudaranya Al-Amin meninggal dunia, sebagai khalifah yang ke-8 dari Daulah Abbasiyah, Ia terkenal sebagai seorang administrator yang termasyhur karena kebijaksanaan dan kesabarannya. Ia mencurahkan perhatiannya yang besar pada tugas reorganisasi pemerintahan ketika mengalami kemunduran selama pemerintahan Al-Amin. Ia melakukan peninjauan pengurus rumah tangga istana. Ia mengangkat para administrator yang ahli unuk menjadi gubernur di berbagai propinsi dan terus mengawasi langkah mereka.
Al-Makmun membentuk sebuah Badan Negara yang anggotanya terdiri dari wakil semua kalangan masyarakat. Tidak ada perbedaan kelas atau agama, pelayanan masyarakatnya terbuka untuk siapa saja. Para wakil rakyat mendapat kebebasan penuh dalam mengemukakan pendapat dan bebas berdiskusi di depan khalifah.
Al-Makmun mempunya banyak dinas rahasia baik di dalam negeri, maupun di luar negeri terutama di wilayah jajahannya Byzantium. Dengan demikian ia banyak mengetahui berbagai kejadian. Al-Makmun terkenal sebagai seorang khalifah yang bijaksana dan pemaaf. Ia sering kali memberikan ampunan kepada para pemberontak, seperti yang dilakukannya terhadap para pemberontak Yaman. Ibrahim, pamannya pernah mengumumkan dirinya sebagai khalifah di Bagdad, sewaktu Al-Makmun berada di Marwa. Setelah ditangkap Ibrahim diampuni dan diberikan kebebasan hidup.
Sikapnya terhadap masyarakat yang bukan agama Islam, sangat toleran sekali. Mereka mendapat hak dan kewajiban yang sama dalam pembelaan Negara. Mereka diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Ia membentuk sebuah Dewan Negara yang anggotanya terdiri dari berbagai agama, Islam, Kristen, Yahudi, dan Zoroater. Bahkan Sejumlah non muslim pernah menduduki jabatan penting seperti Gibril bin Bakhtishu, seorang sarjana Kristen yang posisi penting di kekhalifahannya.
Wilayah kekuasaan Al-Makmun sangat luas sekali, membentang dari pantai Atlantik di Barat hingga ke Tembok Besar Cina di Timur. Usaha lain yang dilakukan Khalifah Al-Makmun semasa pemerintahannya adalah mendirikan Bait al-Himkah. Untuk menghindari terjadinya perselisihan antara sesama umat Islam(Khilafiyah), ia mengadakan Majlis Munadzarah untuk mendiskusikan persoalan agama yang dianggap sukar dipecahkan. Hasil diskusi itu kemudian disebarkan kepada masyarakat luas untuk diketahui dan kemudian mengamalkannya sesuai dengan hukum Islam.

B. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MA’MUN
Sebelum kita membahas tentang Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Al-Ma’mun alangkah baiknya kita mengulas sedikit Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Kejayaan supaya mudah dimengerti.
Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
Pada masa kejayaan ini, Pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada masa itu.
Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
(www.haryono10182.10/11/2009).
Kekuasan Bani Umayah berakhir atas pembenrintakan yang dimotori oleh Abu Al-Abbas dari Bani Abbas yang bekerja sama dengan Abu Muslim Al-Khurasani dari Syi’ah. Pendiri Dinasti Abbas itu adalah Abu Al-Abbas (750-754 M). Khalifah yang termasyhur dari Bani Abbas adalah Harun Al-Rasyid (785-809 M) dan Al-Ma’mun (813-833), kekayaan Negara dipergunakan mereka untuk mendirikan rumah sakit, pendidikan kedokteran, sekolah farmasi, menggaji penerjemah dan pemandian-pemandian umum (Siti Maryam dkk, 2003: 122).
Setelah wafatnya Harun Al-Rasyid, keluarga dari Bani Abbas melanjutkan kekhalifahannya, yaitu Al-Ma’mun (813-833). Pada kekhalifahan Al-makmun sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Hal yang paling menonjol dalam bidang pendidikan pada masa Al-Makmun adalah menterjemahkan kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, karena beliau sangat mendukung gerakan penerjemah tersebut dan beliau juga menggaji mahal golongan penerjemah dengan setara bobot emas supaya keinginan beliau tercapai yaitu mengembangkan Ilmu Pengetahuan sebagai super power dunia ketika itu (Atang ABD Hakim & Jaih Mubarok, 2003: 142)
Tim penerjemah yang dibentuk Al-Ma’mun terdiri dari Hunain Ibn Ishaq sendiri dan dibantu anak dan keponakannya, Hubaish, serta ilmua lain seperti Qusta ibn Luqa, seorang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta ibn Yunus, seorang Kristen Nestorian, Ibn ‘Adi, Yahya ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperluka seperti kedokteran, bidang astrologi, dan kimia (Siti Maryam dkk, 2003: 125).
Khalifah Al-Makmun yang berbasis pangikut di Persia mengalami kemajuan di berbagai bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah timbul masalah agama yang pelik, yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan (Ali Mufrodi, 1997: 96)
Sejak Al-Hadi (paman Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun muncul ilmu Falsafi (Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan kepada para ulama menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini makhluk dikemukakan Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun) (Samsul Nizar, 2007: 85).


C. KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MA’MUN
Pada masa khalifat ke-7 yaitu Al-Ma’mun ada dua konsep dasar pendidikan, yaitu multikultural dan intuisi.
1. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural
Menurut pakar pendidikan, Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan multicultural sebagai “pendiidkan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demokrafi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Hariansyah, ditinjau dari sudut psikologi bahwa pendidikan multicultural memandang manusia memiliki beberapa dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan secara keseluruhan. Bahwa manusia pada dasarnya adalah pengakuan akan pluralitas (jama’), heterogenitas (keanekaragaman), dan keberagaman manusia itu sendiri. Keberagaman itu bisa berupa ideologi, agama, paradigma, pola pikir, kebutuhan, keinginan dan tingkat intelektual (Suwito & Fauzan. 2005: 26).
2. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi Pendidikan Islam
Intuisi pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun, termasuk kategori lembaga pendidikan Islam yang klasik. George Maksidi membagi intuisi pendidikan Islam klasik berdasarkan kriteria materi pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah Islam, menjadi dua tipe, yaitu: intuisi pendidikan inkluisif (terbuka) terhadap pengetahuan umum dan intuisi pendidikan eksklusif (tertutup) terhadap pengetahuan umum (Suwito & Fauzan. 2005: 27).
Berdasarkan penggolongan George Maksidi, Intuisi Pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Maktab/kuttab adalah intuisi dasar, maka yang diajarkan di maktab/kuttab adalah khat, kaligrafi, Al-Qur’an, akidah, dan syair.
b) Halaqah artinya lingkaran (murid-murid yang melingkari gurunya yang duduk di atas lantai). Halaqah merupakan intuisi pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan.
c) Majelis adalah intuisi pendidikan yang digunakan untuk kegiatan transmisi keilmuan dari berbagai desiplin ilmu, sehingga majelis banyak ragamnya. Ada 7 macam majelis, yaitu: majelis Al-Hadits, Al-Tadris, Al-Munazharah, Al-Muzakarah, Al-Syu’ara, Al-Adab, Al-Fatwa.
d) Masjid merupakan intuisi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
e) Khan berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama satu diantaranya fiqh
f) Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan dari kehidupan diniawi untuk mengonsentrasikan diri beribadah semata.
g) Rumah-rumah ulama digunakan untuk melakukan tranmisi ilmu agama, ilmu umum dan kemungkinan lain petdebatan ilmiah.
h) Toko buku dan perpustakaan berperan sebagai tempat tranmisi ilmu dan islam.
i) Observatorium dan rumah sakit sebagai konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi Pendidikan Islam (Suwito & Fauzan. 2005: 27-28).



D. PENGARUH PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKUL-TURAL ZAMAN AL-MA’MUN
Pada Al-Ma’mun mengembangkan perpustakaan Bait Al-Hikmah, yang sebelumnya pada masa Harun Al-Rasyid bernama Khizanah Al-Hikmah (hazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan tempat penelitian. Bait Al-Hikmah maju sangat pesat karena terdapat buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan Etiopia serta India. Pada masa Al-Ma’mun Bait Al-Hikmah bukan hanya berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian saja, tetapi beliau memanfaatkan sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi serta matematika (Siti Maryam dkk, 2003: 127).
Kebudayaan bangsa, kondisi sosial-politik, ekonomi, dan pendidikan yang berbasis multikultural pada zaman Al-Ma’mun membawa pengaruh yang luar biasa terhadap kemajuan peradaban bangsa, sebagaiman yang dipaparkan berikut ini.
1. Terjalinnya asimilasi (proses penyusaian sifat dari yang lain) antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Gerakan terjemahan yang dikelola dalam suasana keberagaman, kesederajatan, perbedaan-perbedaan kebudayaan toleransi terhadap semua kelompok dan agama khususnya agama Kristen membawa pengaruh pada kemajuan ilmu pengetahuan umum juga ilmu pengetahuan agama.
3. Kebebasan dalam memilih materi dan guru bagi murid dalam proses belajar mengajar dan hubungan yang harmonis antara guru dan murid serta nilai-nilai toleransi antara keduanya mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan dan lahirnya imam-imam mazhab, seperti Imam Mazhab Muhammad ibn Idris As-Syafi’i (767-820 M) dan Imam Mazhab Ahmad ibn Hambal (780-855 M). demikian pula proses rekrutmen murid yang dilakukan dengan kebebasan, keterbukaan dan kesetaraan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada murid yang tidak mampu dan yatim piatu serta beasiswa dari para dermawan, para ulama, dan penguasa kepada mereka berdampak positif terhadap pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan (Suwito & Fauzan. 2005: 27-28).

E. TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN MULTIKULTURAL ZAMAZ AL-MA’MUN
Pada masa Al-Makmun ada beberapa tokoh yang turut serta mengembangkan ilmu pengetahuan. tokoh-tokoh tersebut yaitu:

1. Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M)
Nama lengkap Al-Ma’mun adalah Abdul Abbas Abdullah Al-Ma’mun (167-218 H/ 783-833 M). ia seorang khalifah Abbasiyah, putra Harun Al-Rasyid. Ia memperkarsai kegiatan ilmuan-ilmuan dan penerjemahan buku karya-karya ilmuan Yunani kedalam bahasa Arab. Ia juga mendirikan akademik di Baghdad yang bernama Bayt Al-Hikmah (gedung kebijaksanaan) yang didalamnya terdapat observatorium yang diperintah untuk mengembangan ilmu pengetahuan.
2. Muhammad Ibn Musa Al-Hawarizmi (780-850 M)
Beliau ahli dibidang al-jabar dan astronomi, beliau juga direktur perpustakaan Bayt Al-Hikmah atau pusat studi dan riset astronomi serta matematika. Beliau seorang nasionalis dan ahli Pahlevi, dan sebagai tokoh pendidik multikultural karena ikut menciptakan suasana bebas, terbuka, toleran, dan sederajat dalam mengelola Bayt Al-Hikmah dan upaya menterjemahkan buku-buku warisan Hellenisme dari Yunani kedalam bahasa Arab.

3. Al-Kindi (809-866 M)
Al-Kindi adalah filsuf muslim pertama. Beliau amat masyur namanya sebagai ilmuan. Al-Kindi dikelompokkan sebagai tokoh humanis dan ialah yang pertama kali mengajak kaum muslim untuk hidup saling memahami dan menyelaraskan pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda (Suwito & Fauzan. 2005: 32-33).
Dalam bidang filsafat, membahas tentang persoalan-persoalan umat Islam ynag berkaitan dengan kepercayaan dan pemikiran baik secara teoritis maupun praktis, kemanusiaan maupun ketuhanan yang dianggap oleh umat Islam perlu untuk menjawab sebagai pegangan hidup keseharian maupun untuk keselamatan yang lebih tinggi. Pada masa ini pemikiran filsafat mencakup bidang keilmuan ynag sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan musik yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerakan dan suara (Siti Maryam dkk, 2003: 127).










BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Abdullah Al-Makmun dilahirkan pada tanggal 15 Rabi'ul Awal 170 H / 786 M, bertepatan dengan wafat kakeknya Musa Al-Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun Al-Rasyid. Al-Makmun temasuk putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun ia dididik agama dan membaca Al-Qur'an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama Kasai Nahvi dan Yazidi.
Untuk belajar Hadits, Harun Al-Rasyid menyerahkan kedua puteranya Al-Makmun dan Al-Amin kepada Imam Malik di Madinah. Kedua putranya itu belajar kitab Al-Muwattha, karangan Imam yang sangat singkat, Al-Makmun telah menguasai Ilmu-ilmu kesusateraan, tata Negara, hokum, hadits, falsafah, astronomi, dan berbagai ilmu pengetahuaan lainnya. Ia hafal Al-Qur'an begitu juga menafsirkannya.
Al-Makmun menjadi khalifah setelah saudaranya Al-Amin meninggal dunia, sebagai khalifah yang ke-8 dari Daulah Abbasiyah, Ia terkenal sebagai seorang administrator yang termasyhur karena kebijaksanaan dan kesabarannya. Ia mencurahkan perhatiannya yang besar pada tugas reorganisasi pemerintahan ketika mengalami kemunduran selama pemerintahan Al-Amin. Ia melakukan peninjauan pengurus rumah tangga istana. Ia mengangkat para administrator yang ahli unuk menjadi gubernur di berbagai propinsi dan terus mengawasi langkah mereka.
Khalifah Al-Makmun yang berbasis pangikut di Persia mengalami kemajuan di berbagai bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah timbul masalah agama yang pelik, yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan. Sejak Al-Hadi (paman Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun muncul ilmu Falsafi (Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan kepada para ulama menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini makhluk dikemukakan Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun).
Konsep dasar Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun adalah konsep dasar Pendidikan Islam Mutikulrural dan Multikultural di Intuisikan. Sedangkan pengaruh pendidikan multikultural pada masa itu, yaitu terjalinnya asimilasi anatara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa yang lain, terjalinnya toleransi terhadap agama, munculnya filsafat Islam dan lain sebagainya. Tokoh-tokoh Pendidikan Multikultural seperti Khalifah Al-Ma’mun, Muhammad Ibn Musa Al-Hawarizmi dan Al-Kindi.

B. SARAN
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/i semester tiga pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang Sejarah Pendidikan Islam supaya kita lebih memahami Sejarah Pendidikan Islam yang pada makalah ini dititik beratkan pada Sejarah Pendidikan dalam Islam.







DAFTAR PUSTAKA

Ali Mufrodi. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok. 2003. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam.PT Logos Wacana Ilmu: Jakarta
Erwin Mahrus & Moh. Haitami Salim. 2008. Pengantar Studi Islam. Pontianak: STAIN Pomtianak Press
Harun Nasution. 2005. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: PT Universitas Indonesia
Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI-Press
Samsul Nizar. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Presada Media
Siti Maryam.2003. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta : Lesfi Yogyakarta
Suwitno & Fauzan. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Persada Media
http://haryono10182.wordpress.com/10/11/2009/sejarah-pendidikan-islam
http://hitsuke.blogspot.com/2009/04/daulah-abbasiyah.html